TopCareer.id – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintahan Prabowo Subianto untuk memperhatikan masalah turunnya kelas menengah.
“Yang pertama harus dilakukan itu adalah persoalan menurunnya kelas menengah ini, saya rasa harus jadi fokus utama,” kata Ekonom Aviliani dalam diskusi publik daring, Selasa (22/10/2024).
Ia menambahkan, sektor informal tak harus dibuat menjadi formal untuk mengatasi masalah lapangan kerja. Yang terpenting, kata Aviliani, adalah bagaimana pendapatan dari sektor informal layak untuk hidup.
Baca Juga: Anjloknya Kelas Menengah Ancam Pertumbuhan Ekonomi
Menurutnya, data mencatat kelompok miskin dan rentan cenderung memiliki pengeluaran untuk makan lebih dari 64 persen dari pendapatan mereka, sehingga sulit untuk mengonsumsi hal-hal lain.
“Sehingga pendapatanlah yang harus ditingkatkan, supaya mereka bisa juga konsumsi hal yang lain,” kata Aviliani dalam diskusi bertajuk Ekonomi Politik Kabinet Prabowo Gibran itu.
Sorotan lain adalah target perumahan yang optimistis. Meski begitu, Aviliani mempertanyakan apakah permintaan terhadap sektor ini juga dibarengi dengan kemampuan untuk mengangsur.
“Jangan-jangan yang dianggap backlog tiga juta rumah itu adalah calon pembeli tapi tidak punya kemampuan membeli. Jadi ini juga harus realistis,” Aviliani mengatakan.
“Jangan sampai nanti kemauan untuk membuat rumah akhirnya tidak ada yang beli, jadi harga juga jatuh,” imbuhnya.
Baca Juga: INDEF Minta Pemerintahan Baru Tunda Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah
Aviliani juga mengingatkan pemerintahan Prabowo terkait kelas menengah dan kesempatan kerja.
Dia menyebut, kesempatan kerja saat ini relatif kecil karena digitalisasi yang berdampak pada adanya efisiensi, serta efek pandemi Covid-19 yang membuat banyak perusahaan tutup.
“Jadi di sini adalah tugas dari Kementerian UKM membangun entreprenurship, karena dari dulu banyak diomongin tapi jarang sekali bisa dilaksanakan,” kata Aviliani.
Ia melihat, kreditur dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) cenderung berasal dari orang-orang yang sama.
“Jadi tidak ada penciptaan entrepreneur baru yang membuat bank bisa memberikan kredit lebih pada masyarakat luas, dan menciptakan kesenjangan yang semakin rendah,” kata Aviliani.