TopCareer.id – Badan Legislasi atau Baleg DPR RI akan mempelajari dulu putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengabulkan sebagian permohonan uji materil Undang-Undang atau UU Cipta Kerja, yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja.
“Kami pelajari dulu ya putusan MK. Sekaligus koordinasi dengan pemerintah. Prinsipnya, kita akan sesuaikan segera,” kata Wakil Ketua Baleg Iman Syukri beberapa waktu lalu.
Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan masuk daftar Prolegnas (Program Legislasi Nasional), Iman mengatakan ini memungkinkan jika pemerintah sudah siap.
“Menunggu kesiapan pemerintah karena yang menyusun mereka,” kata politikus Fraksi PKB ini, dikutip dari laman resmi DPR, Selasa (5/11/2024).
Baca Juga: Respon Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Menaker Siap Tindaklanjuti
Sementara, Wakil Ketua Baleg Martin Manurung menghormati dan menyambut baik putusan MK. Ia mengatakan, sejak awal Fraksi Nasdem mendukung klaster ketenagakerjaan tidak masuk dalam UU Cipta Kerja.
“Terkait pengaturan dalam klaster ketenagakerjaan, sejak awal NasDem menyatakan pentingnya keseimbangan hak dan kewajiban antara pekerja dan pemberi kerja, serta kepastian hukum yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Menurutnya, Baleg saat ini masih membahas daftar RUU yang akan masuk Prolegnas. RUU Ketenagakerjaan masih bisa dibahas dengan sejumlah catatan.
“Saat ini Baleg sedang membahas RUU yang akan masuk dalam Prolegnas long list, tentunya peluang UU Ketenagakerjaan dibahas akan sangat besar dengan catatan itu menjadi RUU usulan DPR/pemerintah,” kata Martin.
Baca Juga: MK Kabulkan Sebagian Permohonan Buruh Soal UU Cipta Kerja
Partai Buruh sebelumnya mencatat ada 21 norma dari tujuh isu dimohonkan, yang dikabulkan Majelis Hakim Konstitusi. Tujuh isu ini adalah upah, outsourcing, PKWT atau karyawan kontrak, PHK, pesangon, cuti dan istirahat panjang, dan tenaga kerja asing.
MK juga memerintahkan agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.
Mahkamah pun meminta pembentuk UU, yaitu DPR dan pemerintah, menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun.
MK juga meminta agar substansi UU Ketenagakerjaan baru dapat menampung materi yang ada di UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 6 tahun 2023, serta sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.