Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Thursday, November 21, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

PPN 12 Persen, Anggota Komisi VII DPR Ingatkan Dampaknya ke UMKM

Ilustrasi kenaikan PPN 12 persen. (Gambar dibuat dengan AI ChatGPT)

TopCareer.id – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen pada 2025 menuai penolakan dari berbagai kalangan.

Menurut Anggota Komisi VII DPR RI Hendry Munief, yang menyebut bahwa kenaikan PPN 12 persen bisa berdampak negatif terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Hendry pun meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan PPN, demi menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di 2025.

Menurutnya, sekarang bukan waktu yang tepat untuk menaikkan pajak, terutama saat semua pihak sedang berusaha memulihkan ekonomi nasional.

Hendry mengatakan, ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari pendapatan pajak 2024 yang tidak mencapai target.

“Jika PPN dinaikkan pada tahun 2025, bukan hanya ekonomi yang tidak bertumbuh, tetapi juga bisa menghambat Indonesia dalam upayanya menjadi negara maju,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi DPR, Selasa (19/11/2024).

Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan PPN 12 Persen Berlaku di 2025

Dia mengatakan, yang pertama merasakan dampak kenaikan pajak ini adalah sektor UMKM, baik yang mandiri atau mereka yang menjadi mitra pendukung industri besar.

“Logikanya, kenaikan pajak ini akan berdampak pada 61 persen perekonomian nasional,” kata Hendry.

Padahal, katanya, UMKM berperan besar dalam perekonomian Indonesia dengan kontribusi mencapai 99 persen dari keseluruhan unit usaha.

Pada 2023, jumlah pelaku UMKM tercatat sekitar 66 juta dengan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 61 persen, atau setara Rp 9.580 triliun.

Daya Beli Makin Anjlok

Dampak lain dari kenaikan PPN 12 persen adalah anjloknya daya beli masyarakat.

Ketua Forum Bisnis Riau ini menyebut, sekitar 60 persen perekonomian Indonesia masih bergantung pada sektor konsumsi, khususnya kelas menengah ke bawah yang memiliki karakteristik konsumtif.

Oleh karena itu, menurut Hendry, kenaikan PPN ini berpotensi menurunkan tingkat konsumsi masyarakat.

“Penurunan daya beli ini bisa menyebabkan kelas menengah turun ke kelas bawah. Dalam lima tahun terakhir, kita kehilangan 9,48 juta orang dari kelas menengah,” ujarnya.

Baca Juga: BPS: RI Alami Deflasi 0,12 Persen September 2024

“Jika kenaikan PPN tetap dilaksanakan, kelas bawah akan semakin bertambah, dan ini berbahaya bagi ekonomi kita,” kata Ketua Kelompok Fraksi PKS Komisi VII ini.

Kenaikan PPN di 2025 sendiri bukan yang pertama dalam lima tahun terakhir. Pada 2022, tarifnya naik dari 10 menjadi 11 persen.

Hendry mengatakan, dengan rencana kenaikan di 2025, berarti terjadi peningkatan total sebesar 20 persen dalam kurun waktu lima tahun.

“Secara nominal memang naik 2 persen, tetapi persentase kenaikannya mencapai 20 persen,” ujarnya.

Deflasi Jadi Pertanda Turunnya Daya Beli

Ia juga menyoroti adanya deflasi selama lima bulan berturut-turut, sebagai indikasi penurunan daya beli masyarakat.

“Jika PPN dinaikkan dalam situasi seperti ini, akan semakin memperburuk kondisi ekonomi karena masyarakat akan semakin menahan pengeluaran,” jelasnya.

Menurutnya, pemerintah bisa mencari alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan negara, tanpa membebani masyarakat dengan kenaikan pajak.

“Masih banyak instrumen fiskal yang bisa dimaksimalkan, seperti penguatan pajak penghasilan bagi sektor-sektor yang masih bertahan atau peningkatan penerimaan dari sektor pertambangan dan ekspor komoditas,” kata Hendry.

Baca Juga: Hadapi Fenomena Deflasi, Dosen ITS: Masyarakat Harus Atur Pola Belanja

“Cara-cara ini lebih elegan dan tidak langsung membebani daya beli masyarakat,” ia menegaskan.

Selain itu, kenaikan harga produk juga bisa terjadi apabila perusahaan memilih untuk mempertahankan jumlah tenaga kerjanya.

“Akibatnya, keuntungan sektor swasta akan menurun, yang pada gilirannya mengurangi investasi serta menurunkan penyerapan tenaga kerja pada periode selanjutnya,” kata Hendry.

Ia pun mengusulkan agar pemerintah menunda kenaikan PPN, di tengah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia. “Masih ada instrumen lain yang lebih elegan dan minim risiko untuk meningkatkan pendapatan nasional,” pungkas Hendry.

Leave a Reply