TopCareer.id – Perusahaan keamanan siber Kaspersky memprediksi beberapa tren keamanan siber di 2025, termasuk bagaimana kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan privasi akan lebih jadi perhatian.
Prakiraan ini adalah bagian dari seri tahunan Kaspersky Security Bulletin, yang memberikan gambaran tentang tren dan ancaman keamanan siber yang diperkirakan akan memengaruhi konsumen di tahun mendatang.
“Menjelang tahun 2025, dampak paling signifikan terhadap konsumen diperkirakan akan muncul dari persimpangan antara inovasi dan regulasi,” kata Anna Larkina, pakar privasi Kaspersky.
Anna mengatakan, kemajuan AI, perlindungan privasi, dan kerangka kerja kepemilikan data akan mengubah cara orang terinteraksi dengan teknologi dan mengelola kehidupan digital mereka.
“Perkembangan ini memiliki potensi yang sangat besar tetapi juga membutuhkan pengawasan yang cermat untuk memastikan kepentingan konsumen terpenuhi dengan tepat,” ujarnya.
Baca Juga: 3 Bahaya Ini Mengintai di Balik Kencan Online, Simak Tips Buat Lindungi Diri
Mengutip siaran pers, Jumat (6/12/2024), berikut beberapa tren keamanan siber di 2025 menurut Kaspersky:
- AI menjadi kenyataan sehari-hari
AI diprediksi akan terintegrasi sepenuhnya ke dalam kehidupan sehari-hari pada 2025, menjadi utilitas standar alih-alih teknologi baru.
Dengan sistem operasi seperti iOS dan Android yang meluncurkan fitur-fitur AI, orang-orang akan semakin bergantung pada AI untuk komunikasi, alur kerja, dan tugas-tugas kreatif.
Namun, normalisasi ini juga membawa tantangan, terutama karena deepfake yang dipersonalisasi menjadi semakin canggih tanpa adanya alat deteksi yang andal.
- Peraturan privasi akan memperluas kepemilikan data pengguna
Penekanan yang makin besar pada privasi diharapkan akan mengarah pada peraturan baru, yang memperkuat kontrol pengguna atas data pribadi.
Di 2025, individu dapat memperoleh hal untuk memonetisasi data mereka, mentransfernya dengan mudah di seluruh platform, dan mendapatkan manfaat dari proses persetujuan yang disederhanakan.
Kerangka kerja global, seperti GDPR Uni Eropa dan CPRA California juga akan terus menginspirasi reformasi di seluruh dunia.
Sementara, teknologi penyimpanan yang terdesentralisasi dapat semakin memperkuat otonomi pengguna atas informasi mereka.
- Penipu akan terus mengeksploitasi berbagai macam tren baru
Penjahat siber masih akan menunggangi peluncuran gim dan film terkenal di 2025. Penipuan biasanya pre-order palsu, rootkit palsu, dan unduhan berbahaya.
Perilisan film-film blockbuster juga dapat dimanfaatkan kampanye phishing dan penipuan barang dagangan palsu, yang ditujukan pada basis fans yang antusias.
- Polarisasi politik akan memicu perundungan siber (cyberbullying)
Polarisasi politik yang meningkat diperkirakan akan memperburuk perundungan siber pada tahun 2025.
Algoritma media sosial yang memperkuat konten yang memecah belah, dikombinasikan kehadiran alat AI untuk membuat deepfake dan posting yang direkayasa, mungkin akan mengintensifkan pelecehan daring.
Perundungan siber lintas batas juga dapat meningkat karena platform global memfasilitasi penargetan individu berdasarkan keyakinan politik mereka.
Baca Juga: 5 Juta Ancaman Online Sasar Indonesia di Q2 2024
- Meningkatnya jumlah layanan berlangganan akan memicu risiko penipuan
Meningkatnya penipuan terkait promosi langganan palsu diperkirakan akan semakin marak.
Penjahat siber diperkirakan bakal membuat layanan palsu yang meniru platform resmi, dengan tujuan menipu pengguna agar memberikan informasi pribadi dan keuangan, dengan risiko pencurian identitas dan kerugian finansial.
Pertumbuhan sumber tak resmi yang menyediakan akses diskon atau gratis ke layanan berlangganan, berpotensi menjadi ancaman yang signifikan, membuat pengguna rentan terhadap serangan phishing, malware, dan pelanggaran data.
- Pelarangan media sosial untuk anak-anak bisa menyebabkan lebih luasnya pembatasan pengguna
Usulan undang-undang Australia yang melarang anak-anak di bawah 16 tahun mengakses media sosial, akan jadi preseden global.
Jika berhasil diterapkan, pembatasan tersebut dapat membuka jalan bagi pembatasan akses yang lebih luas untuk demografi lainnya.
Platform seperti Instagram sendiri sudah mulai mengadopsi sistem verifikasi usia yang didukung AI, menandakan pergeseran ke arah tata kelola ruang daring yang lebih ketat.