Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

YONO Gantikan YOLO, Kala Anak Muda Pilih Hemat Bukan Foya-Foya

Ilustrasi dompet berisi uang (Athalla/Topcareer.id)Ilustrasi dompet berisi uang (Athalla/Topcareer.id)

TopCareer.id – Jika dulu ada istilah YOLO atau You Only Live Once (kamu cuma hidup sekali), baru-baru ini muncul tren YONO atau You Only Need Once (kamu cuma butuh satu).

Dalam konteks keuangan, YOLO bisa merujuk pada gaya hidup yang mengacu pada pengambilan keputusan finansial yang lebih impulsif, dengan alasan hidup hanya sekali.

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, banyak orang mengeluarkan uang untuk pengalaman atau barang, yang mungkin mereka lewatkan selama pandemi, sebagai sebuah bentuk balas dendam tanpa peduli berapa harganya.

“Covid menunjukkan kepada kita semua bahwa hidup tidak berlangsung selamanya,” kata Sameer Samana, ahli strategi pasar global senior di Wells Fargo Investment Institute, mengutip CNN.

“Mempersiapkan masa pensiun yang masih jauh di masa depan dan dapat terganggu oleh sesuatu seperti pandemi global telah mengubah pola pikir kita. Orang-orang ingin hidup di masa sekarang,” imbuhnya.

Baca Juga: FOMO dan YOLO Bikin Gen-Z dan Milenial Rentan Terjebak Pinjol

Namun, tren kini berubah. Belanja konsumen kembali turun. Tidak sedikit warga AS dengan pendapatan tertinggi, beralih ke pengecer yang menawarkan potongan harga.

Hal ini terjadi karena tingginya inflasi, konsumen yang mulai kehabisan tabungannya di era pandemi, ketatnya pasasr kerja, hingga pekerja yang mulai khawatir akan pemangkasan.

“Ada unsur ‘berapa lama saya bisa hidup di lingkungan PTSD pasca-Covid ini?'” kata Samana.

“Pada titik tertentu, Anda harus memahami seperti apa normal yang baru itu. Pengusaha ingin pekerja lebih sering kembali ke kantor, dan di beberapa tempat, fleksibilitas kerja dari mana saja tak lagi memungkinkan. Ini juga mengubah pola pikir, menciptakan kesan keadaan mulai kembali seperti semula,” ujarnya.

Tren untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu juga terjadi di Korea Selatan. YOLO kini digantikan oleh YONO, yang mengacu pada pola konsumsi dengan fokus pada pengurangan pengeluaran yang tidak perlu.

“Dulu saya merasa bahwa membelanjakan uang untuk investasi pribadi atau kesenangan dikagumi oleh masyarakat. Sekarang, jelas bukan itu masalahnya,” kata Choi Ye-bin, seorang event director berusia 27 tahun, dikutip dari Korea Times.

Baca Juga: OJK Ingatkan Anak Muda Waspadai Fenomena Doom Spending

Seperti Choi, makin banyak anak muda di Korea Selatan yang mengubah kebiasaan belanja mereka menjadi lebih hemat.

Inflasi yang tinggi dan tingkat pertumbuhan pendapatan yang rendah, telah mendorong anak muda Korea untuk hanya membelanjakan uang untuk kebutuhan pokok.

Menurut Federasi Industri Korea, inflasi berdampak langsung pada sektor-sektor yang paling banyak dikonsumsi oleh kaum muda, sehingga meningkatkan biaya hidup mereka.

“Inflasi terutama memengaruhi sektor-sektor tempat kaum muda banyak menghabiskan uang, menyebabkan peningkatan langsung pada biaya hidup bagi mereka yang sedang mempersiapkan pekerjaan atau berpenghasilan rendah,” tulis mereka dalam laporannya tahun 2022.

Minat terhadap manajemen aset juga jadi salah satu pendorong gaya hidup hemat di Korea Selatan.

Lee, seorang pekerja kantoran berusia 30 tahun, mengungkapkan dirinya lebih memilih mengalokasikan uangnya untuk investasi, ketimbang menghabiskannya tanpa tujuan.

Baca Juga: Ramai Doom Spending, Industri Fintech Ingatkan Pentingnya Edukasi

“Kami adalah generasi yang harus memiliki karier seumur hidup dan mempersiapkan biaya hidup pensiun secara mandiri. Saya lebih suka menggunakan uang untuk investasi daripada sekadar menghamburkannya,” ujarnya.

Meski begitu, YONO bukan berarti membuat generasi muda benar-benar menahan diri di seluruh aspek kehidupan. Pengalaman untuk pengeluaran seperti olahraga atau perjalanan ke luar negeri, justru meningkat.

NH NongHyup Bank mencatat, generasi muda saat ini lebih memilih menghabiskan uangnya untuk pengalaman ketimbang memiliki barang.

“Alih-alih memiliki barang, mereka (kaum muda) tidak ragu untuk mengeluarkan uang demi pengalaman seperti olahraga atau perjalanan ke luar negeri,” kata laporan bank tersebut.

Leave a Reply