TopCareer.id – Banyak pelaku e-commerce di Asia Tenggara yang membutuhkan dukungan untuk menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI dalam bisnisnya.
Hal ini diungkap oleh platform Lazada dalam risetnya yang bertajuk “Menjembatani Kesenjangan AI: Persepsi dan Tren Adopsi Penjual Online di Asia Tenggara.”
Laporan ini dikembangkan bersama Kantar dan melibatkan 1.214 penjual di e-commerce dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Riset mencoba mencari tahu soal tren, tantangan, dan peluang adopsi AI, serta kesiapan penjual dalam mengintegrasikan teknologi terebut ke dalam operasional bisnis.
Baca Juga: Lazada Ungkap Sederet Produk Terlaris di 2024
James Dong, Chief Executive Officer, Lazada Group mengatakan, temuan mereka mengungkapkan fenomena kesenjangan dalam ekosistem e-commerce di Asia Tenggara.
“Meskipun sebagian besar penjual memahami potensi transformatif dari AI, banyak yang masih berusaha untuk bertransisi menuju tahap implementasi,” kata James, dikutip dari siaran pers, Rabu (16/4/2025).
Riset menunjukkan, 7 dari 10 (68 persen) seller di Asia Tenggara sudah mengenal AI.
Meski penjual mengaku telah menggunakan AI di 47 persen operasional bisnis, survei menunjukkan tingkat penerapan nyatanya hanya mencapai angka 37 persen.
Di Indonesia, penerapan riil AI adalah sebesar 42 persen, selisih 10 persen dari yang mengaku sudah menerapkan AI di angka 52 persen.
Baca Juga: Ibu Pekerja Asal Surabaya Bagikan Kiat Dapat Cuan Tambahan di E-Commerce
Kesenjangan ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga di Asia Tenggara dengan kesenjangan terbesar, antara yang mengaku telah menerapkan AI dengan penerapan nyata AI.
Penjual e-commerce mengatakan bahwa mereka menghadapi dilema soal efektivitas dan biaya penerapan AI.
89 persen responden mengaku AI berperan dalam meningkatkan produktivitas, namun 61 persen masih meragukan manfaatnya keseluruhan.
Meski 93 persen seller responden percaya AI dapat menghemat biaya dalam jangka panjang, 64 persen mengatakan faktor biaya dan proses implementasi yang butuh waktu menjadi hambatan dalam adopsinya.
Selain itu, terlihat juga kesenjangan dalam implementasi AI, di mana penjual sudah paham akan pentingnya teknologi ini, namun sulit untuk menerapkannya secara efektif.
Baca Juga: Bangun Bisnis Produksi Helm Anak, Ryan Berdayakan Warga Sekitar
Soal tantangan untuk beralih dari proses manual ke AI, hampir semua penjual (93 persen) sepakat bahwa meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam memakai AI sangat penting, agar mereka tetap produktif.
Namun, 3 dari 4 penjual (75 persen) juga mengakui bahwa karyawan mereka masih lebih memilih menggunakan perangkat yang sudah mereka kenal dibanding menggunakan solusi AI yang baru.
Di Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam memiliki tingkat adopsi AI sebesar 42 persen di berbagai fungsi bisnis, diikuti Singapura dan Thailand di angka 39 persen.
3 Kategori Penjual E-Commerce yang Adopsi AI
Riset juga membagi kesiapan AI penjual berdasarkan lima aspek inti operasional bisnis yaitu operasi dan logistik, manajemen produk, pemasaran dan iklan, customer service, dan manajemen tenaga kerja.
Berdasarkan nilai rata-rata dalam setiap aspek tersebut, penjual pun dikategorikan menjadi AI Adepts, AI Aspirants, dan AI Agnostics.
Untuk AI Adepts adalah penjual yang sudah menerapkan AI di lebih dari 80 persen operasional mereka, yaitu di Asia Tenggara 24 persen dan di Indonesia 20 persen.
Lalu untuk AI Aspirants adalah mereka yang sudah mengintegrasikan AI secara sebagian, tapi masih memiliki kesenjangan adopsi di beberapa fungsi utama.
AI Aspirants di Indonesia mencapai 50 persen, sementara di Asia Tenggara mencapai 50 persen.
Terakhir adalah AI Agnostics, atau kelompok yang masih mengandalkan proses manual di sebagian besar fungsi bisnisnya. Di Asia Tenggaranya angkanya 26 persen, sementara di Indonesia 21 persen.
Baca Juga: Biar Makin Cuan, Ini Tips Optimasi Iklan Buat Jualan Online
Thailand memimpin untuk kategori AI Adepts (30 persen), diikuti Singapura (29 persen), Indonesia (29 persen), dan Vietnam (22 persen), meski terdapat kesenjangan pengetahuan.
Sementara, Malaysia (15 persen) dan Filipina (19 persen) menghadapi tantangan keterbatasan infrastruktur dan dukungan internal.
Mayoritas penjual di Asia Tenggara (76 persen) dan Indonesia (71 persen) berada di kategori AI Aspirants dan AI Agnostics.
Lazada pun menyebut, data ini mengindikasikan perlunya solusi AI yang efektif, terutama dalam hal fitur AI (42 persen) dan dukungan penjual (41 persen).
Di Indonesia, dukungan terhadap fungsi bisnis dengan tingkat adopsi AI yang rendah, seperti operasional dan logistik, perlu ditingkatkan untuk mempertahankan posisi atas dalam adopsi AI di Asia Tenggara.