TopCareerID

Riset: Waktu Belajar Anak Laki-Laki di Permukiman Informal Tertinggal dari Perempuan

Ilustrasi pelajar sekolah (Gambar oleh stokpic dari Pixabay)

TopCareer.id – Kesenjangan gender dalam waktu belajar anak di permukiman informal masih terlihat di Indonesia.

Penelitian ini mengungkap bagaimana anak-anak yang tinggal di permukiman informal di kawasan perkotaan Indonesia dan Fiji mengalokasikan waktu mereka untuk aktivitas pendidikan, pekerjaan, dan bermain.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cara anak-anak membagi waktu untuk aktivitas harian tersebut berkontribusi terhadap meningkatnya kesenjangan gender dalam bidang pendidikan.

Menurut studi tersebut, di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, anak laki-laki justru tertinggal dibandingkan anak perempuan dalam pencapaian pendidikan, terutama di komunitas yang kurang beruntung.

Diperkirakan sekitar 350 hingga 500 juta anak tinggal di permukiman informal, dengan berbagai risiko seperti bahaya lingkungan, kriminalitas, dan kemiskinan yang terus mengintai.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di permukiman informal menghabiskan waktu jauh lebih sedikit untuk aktivitas pendidikan dibandingkan dengan yang direkomendasikan oleh sekolah,” ujar pimpinan studi, Michelle Escobar, dari Department of Economics di University of Melbourne.

“Selain itu, kami menemukan bahwa anak laki-laki cenderung menghabiskan waktu lebih sedikit dibandingkan anak perempuan untuk mengikuti kegiatan sekolah dan menyelesaikan pekerjaan rumah,” lanjutnya dalam siaran pers, Kamis (17/4/2025).

Escobar menegaskan bahwa mewujudkan kesetaraan gender dan memperluas akses pendidikan bagi anak perempuan masih menjadi prioritas utama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan Masih Hadapi Sederet Tantangan

Namun, seiring meningkatnya kesetaraan gender dalam tingkat pendaftaran sekolah dasar, ketertinggalan anak laki-laki dalam pendidikan kini menjadi kekhawatiran baru.

“Kesenjangan gender dalam pendidikan kini berbalik. Anak laki-laki kini tertinggal dari anak perempuan dalam pencapaian pendidikan di banyak negara berpenghasilan tinggi,” ujarnya.

“Tren ini juga semakin terlihat di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk di Indonesia dan Fiji,” tambahnya.

Penelitian ini dilakukan melalui dua survei selama periode 2018 hingga 2021, melibatkan lebih dari 1.400 anak usia lima hingga 15 tahun dari 24 permukiman informal di Indonesia dan Fiji. Responden utama adalah para pengasuh anak-anak tersebut, dan semua rumah tangga di setiap permukiman dijadikan sampel.

Dalam survei, peneliti mengajukan pertanyaan seperti: “Dalam seminggu terakhir, berapa hari/jam/menit anak Anda melakukan kegiatan berikut ini?”

Kegiatan yang dimaksud meliputi: pergi ke sekolah, mengambil atau membeli air, menonton TV, bermain di luar rumah, mengerjakan PR, bekerja untuk mendapatkan upah, bekerja untuk bisnis keluarga, serta merawat anggota keluarga.

Baca Juga: Pola Makan Sehat dan Aktivitas Fisik Jadi Kunci Cegah Obesitas pada Anak

Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak di permukiman informal rata-rata menghabiskan 28 jam per minggu untuk aktivitas pendidikan, termasuk sekolah dan mengerjakan PR.

“Anak laki-laki menghabiskan rata-rata sekitar tiga jam lebih sedikit per minggu untuk kegiatan pendidikan dibandingkan anak perempuan yang tinggal di permukiman yang sama,” ungkap Associate Professor Nicole Black dari Centre for Health Economics di Monash University.

Ia menambahkan bahwa perbedaan gender ini bukan karena anak laki-laki lebih banyak bekerja. Justru anak perempuan menghabiskan sekitar satu jam lebih banyak per minggu untuk pekerjaan tanpa upah, yang umumnya berupa tugas pengasuhan.

Menurutnya, temuan ini menunjukkan bahwa anak laki-laki di Indonesia dan Fiji lebih sering menghabiskan waktu bermain di luar rumah, dibandingkan mengerjakan kegiatan pendidikan.

Baca Juga: Menakar Sisi Positif dan Negatif Penjurusan Siswa di SMA

Selain itu, lingkungan permukiman informal juga meningkatkan risiko anak-anak terpapar bahaya kesehatan ketika bermain di luar rumah.

“Secara keseluruhan, penelitian kami menunjukkan bahwa anak laki-laki cenderung menghabiskan waktu untuk kegiatan yang kurang produktif dan lebih berisiko dibandingkan anak perempuan yang tinggal di lingkungan yang sama,” jelasnya.

Pola ini berpotensi menimbulkan konsekuensi jangka panjang, baik dalam pendidikan maupun kehidupan masa depan. Studi lain menunjukkan bahwa anak laki-laki yang tertinggal di sekolah akan menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan serta lebih rentan terhadap penyalahgunaan narkoba dan perilaku kriminal.

Karena itu, langkah awal yang penting bagi para orang tua adalah meningkatkan kesadaran mereka dan anak-anak akan pentingnya alokasi waktu untuk belajar.

Inisiatif berbasis sekolah maupun kegiatan komunitas seperti program pendampingan juga dibutuhkan untuk mempersempit kesenjangan gender dalam investasi waktu pendidikan.

Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Review of Economics of the Household dan merupakan bagian dari program Revitalising Informal Settlements and their Environments (RISE) yang dipimpin oleh Monash University.

Exit mobile version