TopCareerID

Pakar Ungkap Daya Beli Turun dan Ancaman PHK Mengintai Pasca Lebaran

Ilustrasi pembayaran digital - dompet digital. (Pexels)

Ilustrasi pembayaran digital - dompet digital. (Pexels)

TopCareer.id – Pasca lebaran, sorotan beralih ke tantangan ekonomi nasional, di mana beberapa di antaranya termasuk anjloknya serapan tenaga kerja dan melemahnya daya beli masyarakat.

Muhammad Findi, dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan di IPB University mengatakan, indikasi perlambatan ekonomi tercermin dari arus mudik lebaran 2025 yang relatif lebih lengang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Ini mengisyaratkan ada potensi berkurangnya kemampuan finansial masyarakat untuk melakukan perjalanan mudik,” kata Findi, dikutip dari laman resmi, Kamis (8/5/2025).

Penurunan ini harus jadi sinyal kuat pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis dalam membangkitkan kembali perekonomian nasional, khususnya lewat penciptaan lapangan kerja baru di sektor ekonomi kreatif yang banyak menarik generasi milenial dan Gen Z.

Di sisi lain, ketidakpastian ekonomi global membuat ancaman gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang bisa terjadi sepanjang 2025.

Baca Juga: Menhub: Pengguna Angkutan Umum di Lebaran 2025 Naik 8,5 Persen

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, tingkat pengangguran terbuka berada di kisaran 4,81 persen pada semester pertama dan 4,91 persen pada semester kedua.

“Tren kenaikan ini dapat berlanjut jika pemerintah tidak memberikan stimulus yang memadai bagi para pengusaha,” kata Findi.

Dia pun merekomendasikan pemerintah untuk memprioritaskan perlindungan bagi generasi muda yang baru memasuki dunia kerja.

Langkah-langkah yang disarankan meliputi fasilitas usaha berbasis digital, dukungan komprehensif bagi pekerja ekonomi kreatif, serta peningkatan akses modal kerja dan pelatihan profesionalisme.

Hasil analisis dari dampak penurunan animo mudik terhadap perputaran uang selama periode Idulfitri menunjukkan penurunan dari Rp 157,3 triliun pada 2024, menjadi Rp 137,975 triliun pada 2025.

Baca Juga: Pakar IPB Sebut Kelas Menengah Indonesia Terjebak Duck Syndrome

Penurunan ini, kata Findi, menjadi indikator kuat melemahnya daya beli masyarakat yang berpotensi memengaruhi permintaan industri di sektor hulu dan berujung pada PHK.

Menghadapi situasi ini, masyarakat disarankan untuk melakukan efisiensi pengeluaran dan mengalihkannya ke sektor-sektor produktif. Selain itu, pemerintah didesak untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pokok dan mengoptimalkan layanan kesehatan.

Pemerintah juga harus melanjutkan program-program sosial seperti Makan Bergizi Gratis dan pembebasan biaya sekolah, serta memperkuat jaring pengaman sosial.

“Stabilitas keamanan dan politik dalam negeri juga krusial dalam memulihkan semangat kebangkitan ekonomi nasional,” pungkasnya.

Exit mobile version