TopCareer.id – Pemerintah Indonesia disarankan untuk tidak lagi berfokus pada industri padat karya. Hal ini disampaikan oleh Tadjuddin Noer Effendi Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Bidang Ketenagakerjaan.
Menurutnya, rendahnya upah buruh di Indonesia terjadi karena industri di Indonesia lebih fokus terhadap padat karya ketimbang penggunaan teknologi.
Akibatnya, pemerintah cenderung menahan kenaikan upah agar industri padat karya dapat bertahan.
“Adanya industri padat karya memang diharapkan untuk menyerap banyak tenaga kerja, jadi ada kesan seperti itu,” kata Tadjuddin, dikutip dari laman resmi UGM, Selasa (13/5/2025).
Namun di sisi lain, menurutnya, jika negara mengembangkan industri teknologi, maka upah yang diberikan akan lebih tinggi dibanding industri padat karya.
Baca Juga: Prabowo Umumkan Upah Minimum Nasional 2025 Naik 6,5 Persen
Maka dari itu, pemerintah dan para pengusaha serta pemilik perusahaan, didorong untuk duduk bersama dan membahas jalan keluar yang tepat, untuk menjawab permasalahan soal upah buruh.
“Apabila pemerintah menaikkan upah sesuai tuntutan buruh namun perusahaan tidak sanggup membayar dan tentunya mereka akan gulung tikar, ya jadinya akan merugikan,” kata Tadjuddin.
Bicara soal masih tingginya angka pengangguran dan badai PHK yang terjadi saat ini, Tadjuddin mengatakan hal ini juga salah satu faktor akibat terus digencarkannya industri padat karya.
Apalagi, naiknya angka pengangguran juga kerap dikaitkan dengan pembatasan usia untuk pelamar pekerjaan.
“Pembatasan umur dimungkinkan sebagai upaya penyaringan tenaga kerja yang diperlukan dan sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan,” ujarnya.
Baca Juga: Marak PHK, Puan Desak Negara Dampingi Pekerja yang Masuk Sektor Informal
Untuk mengatasi badai PHK ini, pemerintah harus memiliki tanggung jawab untuk menjamin perusahaan terus berjalan, demi pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah juga harus berusaha meningkatkan peluang penciptaan lapangan kerja. Sebab, jika perusahaan gulung tikar, pemerintah sendirilah yang akan rugi.
“Permasalahan upah merupakan hal yang perlu dituntaskan dengan memperhatikan kedua belah pihak antara pemilik perusahaan dan buruh,” kata Tadjuddin.
“Jangan sampai memberatkan satu pihak tanpa mempertimbangkan dampak ke depannya,” pungkasnya.