TopCareer.id – Masalah kesehatan jiwa jadi salah satu yang harus diperhatikan pada jemaah haji.
Menurut data Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah, reaksi stres akut dan gangguan penyesuaian diri merupakan diagnosis penyakit terbanyak yang dialami pasien jemaah haji gelombang 1, sejak kedatangan awal Mei lalu.
Meski masalah seperti gangguan jantung, hipertensi, dan diabetes menjadi posisi yang teratas, namun kasus stres akut dan gangguan penyesuaian diri juga perlu mendapat perhatian serius.
Dokter spesialis jiwa Kusufia Mirantri mengatakan, tekanan fisik, perubahan lingkungan drastis, kelelahan, serta perpisahan sementara dan/atau tanpa pendampingan dari keluarga, bisa jadi pemicu stres yang signifikan.
“Banyak jemaah, terutama lansia atau mereka yang memiliki kerentanan sebelumnya, mengalami kesulitan beradaptasi,” kata Kusufia, dikutip dari laman Sehat Negeriku, Selasa (13/5/2025).
Ia mengatakan, stres dan gangguan penyesuaian ini bisa bermanifestasi ke dalam berbagai bentuk mulai dari gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis.
Karena itu, Kusufia menegaskan pentingnya bagi sesama jemaah atau keluarga, untuk mengenali tanda-tanda awal masalah kejiwaan, sehingga bisa segera memberikan dukungan atau mencari bantuan.
Baca Juga: RI-Arab Saudi Perkuat Kerja Sama di Bidang SDM Kesehatan
Deteksi dini adalah kunci penanganan yang efektif, sehingga tidak mengganggu kekhusyukan ibadah jemaah.
Kusufia mengungkapkan, ada beberapa pertanda seorang jemaah mengalami masalah kejiwaan. Pertama adalah perubahan perilaku yang mencolok.
Perhatikan jika ada jemaah yang biasanya ceria dan mudah bergaul tiba-tiba menjadi mudah tersinggung, atau sebaliknya, menarik diri secara ekstrem, lebih suka menyendiri, dan enggan berinteraksi dengan orang lain.
Pertanda kedua adalah kesulitan tidur atau insomnia. Gangguan yang persisten seperti sulit untuk memulai tidur, sering terbangun di malam hari, atau merasa tidak segar setelah tidur, bisa menjadi pertanda tekanan mental.
Kusufia pun mengingatkan bahwa kurang tidur dapat memperburuk kondisi emosional dan kognitif jemaah.
Baca Juga: Cegah Heatstroke pada Jamaah Haji, Ini Tips dari Pakar
Tanda ketiga yang harus diwaspadai adalah kecemasan atau ketakutan berlebihan.
Kusufia mengatakan, perasaan cemas di lingkungan baru adalah wajar. Namun, jika kecemasan jadi berlebihan, tidak rasional, dan mengganggu aktivitas sehari-hari, ini butuh perhatian serius.
Kemudian, waspadai kebingungan terhadap tempat, waktu, dan orang atau disorientasi. Jemaah yang mengalami masalah kejiwaan mungkin menunjukkan tanda-tanda kebingungan.
“Mereka bisa jadi tidak tahu sedang berada di mana, lupa hari atau tanggal, bahkan kesulitan mengenali teman serombongan atau pendampingnya,” kata Kusufia.
Ia menambahkan, disorientasi semacam ini membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Terakhir adalah terjadinya perubahan mood yang cepat dan tidak terduga. Perhatikan fluktuasi suasana hati yang ekstrem dan cepat.
Baca Juga: Kemenkes Anjurkan Masyarakat Skrining Kesehatan Jiwa Sekali Setahun
Seorang jemaah mungkin tiba-tiba menjadi sangat mudah marah karena hal sepele, atau sebaliknya mendadak menjadi sangat sedih, menangis tanpa alasan, padahal beberapa saat sebelumnya tampak biasa saja.
Apabila beberapa penanda itu terlihat, pendamping atau rekan sesama jemaah diimbau tidak mendiagnosisnya sendiri.
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah mendekatinya dengan empati, mencoba mendengarkan apa yang dirasakan, lalu membantunya menyesuaikan diri.
“Jangan ragu untuk segera melaporkan kondisi tersebut kepada ketua rombongan atau Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK) yang mendampingi,” kata Kusufia.
Ia menegaskan, tenaga profesional lebih kompeten untuk melakukan penilaian awal dan memberikan intervensi yang tepat, termasuk merujuk ke KKHI jika diperlukan.