TopCareerID

Siswa SD Bakal Diajari AI dan Coding, Literasi Digital Perlu Diperkuat

Ilustrasi laporan Glints sebut tiga posisi teratas yang paling dicari di Indonesia, ada software developer.

Ilustrasi programme IT coding. Ilustrasi laporan Glints sebut tiga posisi teratas yang paling dicari di Indonesia, ada software developer. (Topcareer.id)

TopCareer.id – Mulai tahun ajaran 2025/2026, siswa kelas 5 SD akan mulai mendapatkan pelajaran kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan coding.

Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, pendidikan ini diberikan sebagai bagian dari upaya mempersiapkan generasi muda yang kompetitif dan bisa bersaing di kancah global.

Menurut Iradat Wirid, peneliti transformasi digital Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), pemerintah sebenarnya tak perlu buru-buru memberikan pendidikan AI dan coding bagi siswa SD.

Dia menilai pemerintah terkesan latah dalam menanggapi tren teknologi AI. Padahal, penyampaian materi tersebut bisa berdampak negatif bagi anak, jika tidak diperkuat dengan literasi digital yang cukup.

“Dalam pelaksanaannya, kita perlu penyampaian materi yang berjenjang,” kata Iradat, dilansir laman ugm.ac.id.

“Jangan sampai kita langsung mengajarkan aplikasi AI ke anak SD, itu akan jadi bencana. Kita harus membekali anak dengan logika, etika, dan literasi digital terlebih dahulu,” ujarnya, ditulis Jumat (23/5/2025).

Ia menyebut ada tiga fondasi utama yang perlu diperkuat dalam kurikulum AI di pendidikan dasar dan menengah: etika, literasi, dan berpikir kritis.

Baca Juga: Wamendikdasmen: Penguasaan AI Harus Dilandasi Etika dan Tanggung Jawab

Pertama, pengenalan AI pada pelajar tak boleh semata-mata menonjolkan kecanggihan aplikasi, namun harus disertai pemahaman soal hak, dampak, dan batasan penggunaannya.

“Jangan sampai hanya sebatas mengajarkan penggunaan aplikasinya saja. Apalagi mengajarkan cara pakai ChatGPT ke anak SD karena kita akan melahirkan generasi yang instan,” kata Iradat.

Kedua, literasi digital pelajar perlu ditata ulang secara mendasar, dengan mencakup kemampuan memilah informasi yang layak, memahami aturan, dan mengetahui mana yang etis serta legal dalam konteks penggunaan teknologi.

“Teknologi harus dikendalikan manusia, bukan kita yang terombang-ambing. Pendekatan berbasis kemanusiaan salah satunya melalui literasi digital yang terus ditingkatkan harus menjadi dasar,” kata Iradat.

Fondasi ketiga adalah kemampuan berpikir kritis. Kehadiran teknologi baru harus menumbuhkan nalar kritis pelajar, bukan malah membuat mereka pasif.

“Kalau AI hanya jadi alat yang meninabobokan, itu akan sia-sia. Anak-anak harus diajak mempertanyakan, mengkritisi, dan memahami dampak teknologi,” ujar Iradat.

Harus Belajar dari Sejumlah Negara

Sejumlah negara, kata Iradat, bisa menjadi cermin untuk Indonesia. Negara harus belajar dari pengalaman baik di negara global, namun harus disesuaikan dengan konteks budaya dan kesiapan lokal.

Iradat mencontohkan Tiongkok, yang berhasil membangun pendidikan Ai terintegrasi dari bawah, untuk mendukung industri teknologi mereka.

Selain itu, India juga fokus membentuk sumber daya manusia digital sejak tingkat menengah. Sementara Brasil mendorong pendidikan AI terapan di level vokasi.

“Pun di Swedia, siswa kelas 1 sampai 3 sudah dikenalkan pada matematika dasar yang dikaitkan dengan teknologi, juga studi sosial agar mereka paham dampak sosial teknologi,” kata Iradat.

“Ini penting, supaya coder masa depan tetap punya kepekaan manusiawi, bukan cuma asal bisa pakai aplikasi,” jelasnya.

Baca Juga: Kata Pakar Unair Soal Potensi AI Gantikan Guru dan Dosen

Iradat menekankan bahwa pendidikan AI membutuhkan kesinambungan lintas kurikulum. Ia menilai Indonesia termasuk yang tertinggal dalam melakukan ini.

Namun menurutnya, lebih baik terlambat ketimbang tidak sama sekali, asalkan programnya dikawal dengan konsisten dan tidak ada gonta-ganti kurikulum. “Asal jangan sampai tidak diteruskan lagi setelah 5 tahun berlalu,” kata Iradat.

Meski begitu, Iradat optimistis guru-guru Indonesia mampu mengajarkan dasar-dasar AI, jika didukung kebijakan yang serius serta fasilitas dari pemerintah pusat dan daerah.

“Sebenarnya guru-guru kita mampu karena itu basic pengajaran. Dananya juga kita lihat ada. Tinggal mau atau tidak mencerdaskan bangsa ini sepenuh hati,” pungkasnya.

Exit mobile version