TopCareer.id – Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan menegaskan pentingnya pelatihan yang tepat sasaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya penyandang autisme.
Hal ini disampaikannya dalam acara yang digelar Yayasan Autisma Indonesia bersama ASEAN Autism Network di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Menurut Veronica, pemerintah sudah menyediakan dan memberikan pelatihan untuk peningkatan keterampilan para penyandang disabilitas, melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Namun faktanya, tingkat penyerapan di dunia kerja masih belum maksimal.
“Selama ini serapan pekerja dari kelompok berkebutuhan khusus atau disabilitas masih belum maksimal,” kata Veronica, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).
Veronica menyampaikan, meski pemerintah telah menyediakan berbagai pelatihan, penting untuk memastikan pelatihan tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Ia pun menekankan perlunya melihat dari sisi dunia kerja, termasuk jenis kualifikasi yang dibutuhkan oleh para pemberi kerja.
“Berarti kita juga harus melihat dari ujungnya. Lapangan pekerjaan atau pemberi kerja butuh kualifikasi seperti apa?” kata Veronica.
“Dasar inilah bisa kita gunakan untuk membuat modul dalam melatih anak-anak disabilitas atau penyandang autisme,” imbuhnya.
Baca Juga: British Council Dorong Inklusivitas Bagi Penyandang Disabilitas
Penting juga untuk membangun ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan dalam dunia kerja, dengan memastikan adanya keterhubungan antara tempat pelatihan dan peserta, dengan kebutuhan dunia usaha dan industri.
Menurutnya perhatian terhadap penyandang autisme tak cukup pada sebatas pendidikan formal. Ia menilai pentingnya pelatihan yang spesifik dan sesuai dengan kebutuhan industri atau penyedia lapangan kerja.
“Sambil mungkin kita bisa merencanakan roadmap ke depan, mungkin suatu saat kita bisa punya satu center tempat yang bisa benar-benar meng-assesment, melatih, sampai mereka dapat pekerjaan atau apapun yang bisa menjadi kolaborasi bersama,” ujarnyaa.
Aturan terkait hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan juga sudah tertera di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.
“Negara sudah punya payung hukum, sudah memfasilitasi melalui kebijakan. Di pemerintahan harus menerima 2 persen kelompok disabilitas, dan di perusahaan swasta 1 persen dari total pegawai,” kata Veronica.
“Kita harus bisa bersama-sama memastikan implementasinya di lapangan, agar benar-benar dirasakan oleh anak-anak berkebutuhan khusus,” imbuhnya.
Adriana S. Ginanjar, Ketua Yayasan Autisma Indonesia (YAI) mengatakan, pihaknya semakin menyadari tantangan penyandang autisme saat ini bukan hanya terapi dan pendidikan.
Baca Juga: Menaker Mau Perkuat Akses Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Disabilitas
Penyandang autisme saat ini juga menghadapi tantangan terkait peluang kerja dan berkarya. Menurut Adriana, banyak orang tua merasa bingung tentang jenis dan tempat kerja anak mereka, usai menyelesaikan pendidikan sampai usia remaja.
Ia menyebut, stigma yang muncul di masyarakat adalah penyandang autisme tidak mampu bekerja dan berkarya, meski banyak di antara mereka yang sudah menunjukkan karya-karyanya dan bisa bekerja jika mendapat pendampingan yang tepat.
“Kedua, masih terbatasnya pengetahuan pemberi kerja tentang spektrum autisme,” kata Adriana.
Selain itu, implementasi UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas belum terealisasikan dengan baik dan merata, khususnya dalam hal peluang kerja.
Wamen PPPA pun mengajak berbagai pihak termasuk dunia usaha, lembaga pendidikan, dan komunitas pemerhati autisme untuk bersinergi menciptakan panduan pelatihan yang sesuai dan spesifik, dengan berorientasi pada kebutuhan lapangan kerja.
Selain itu, diperlukan juga kolaborasi untuk menggelar program-program nyata, yang memberikan ruang ekspresi dan kontribusi bagi penyandang autisme.