TopCareer.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut pelaku industri manufaktur di Indonesia masih percaya diri (pede) dalam menambah tenaga kerja, meski masih berada di fase kontraksi.
Menurut Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, industri manufaktur dalam negeri masih mengalami tekanan di tengah dinamika ekonomi global dan banjirnya impor produk di pasar domestik.
Capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Mei masih berada dalam fase kontraksi dengan level 47,4. Namun, angka tersebut meningkat dibanding bulan April yang berada di level 46,7.
Selain Indonesia, negara yang juga mengalami kontraksi pada Mei 2025, yakni PMI manufaktur Vietnam (49,8), Prancis (49,5), Jepang (49,0), Jerman (48,8), Taiwan (48,6), Korea Selatan (47,7), Myanmar (47,6), dan Inggris (45,1).
Menurut Febri, hasil survei menunjukkan bawah terjadi penurunan pada pesanan baru di bulan Mei.
“Penurunan pesanan ini mengaitkan karena lesunya permintaan pasar, termasuk yang ingin menembus pasar ekspor, khususnya ke Amerika Serikat karena dampak tarif Trump,” ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (5/6/2025).
Baca Juga: Kemenperin Bantah PHK Panasonic Holdings Berdampak ke Pekerja Indonesia
Pengiriman ekspor juga mengalami kendala karena sulit mendapatkan kapal sebagai alat angkut logistik dan pengaruh cuaca buruk.
Bahkan, perlambatan kinerja industri manufaktur juga karena volume produksi yang anjlok, salah satunya akibat harga bahan baku yang terus naik.
“Ini yang membuat industri kita tidak berdaya saing dengan kompetitor, karena harga jual dari kompetitor juga tidak naik, terjadilah efisiensi,” kata Febri.
Namun, menurut S&P Global, para pelaku industri masih pede walau sedang menjalani masa sulit. Mereka menilai situasi ini akan cepat berlalu dan kinerja kembali bertumbuh.
Kepercayaan diri para pelaku industri terlihat dari upaya mereka yang masih berkomitmen untuk menambah jumlah tenaga kerja.
Peningkatan jumlah tenaga kerja ini telah terjadi selama enam bulan belakangan, untuk menyiapkan kondisi permintaan yang akan kembali pulih.
Febri mengatakan, hingga triwulan I 2025, jumlah perusahaan industri yang melapor sedang dalam proses pembangunan fasilitas produksi terdapat 359 perusahaan, dengan serapan tenaga kerja sebanyak 97.898 orang.
Angka tersebut melampaui jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di seluruh sektor, termasuk industri manufaktur, yang disampaikan oleh pihak lain kepada publik.
Baca Juga: Kritik Menperin, KSPN Sebut Serapan Tenaga Kerja Tak Sebanding Angka PHK
“Tolong dipahami bahwa kami berempati terhadap perusahaan industri yang mengalami penutupan dan juga berempati terhadap pekerja yang terkena PHK,” kata Febri.
Menurut Febri, data serapan tenaga kerja manufaktur tersebut disampaikan bukan karena pihaknya tak peduli dengan tutupnya beberapa perusahaan industri atau PHK pekerja di berbagai sektor.
“Akan tetapi sebagai bentuk optimisme kami atas kinerja industri manufaktur nasional ke depan,” imbuhnya.
Febri mengatakan,Kemenperin dan kementerian/lembaga lain memiliki berbagai program yang bisa dimanfaatkan oleh para pekerja yang terkena PHK.
Misalnya program peningkatan kompetensi atau upskilling, menjadi wirausaha industri baru, atau memfasilitasi pekerja pindah ke perusahaan lain yang berdekatan dengan lokasi perusahaan sebelumnya.