Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

EdukasiTren

Sederet Tren Internet Ini Bikin Gen Z Diincar Penjahat Siber

Ilustrasi kesalahan besar Gen z memanfaatkan AI, yakni bikin surat lamaran yang sama persis kata demi kata.Ilustrasi kesalahan besar Gen z memanfaatkan AI, yakni bikin surat lamaran yang sama persis kata demi kata.

TopCareer.id – Gen Z dikenal sebagai generasi yang sudah mengenal dan paham internet, serta memiliki pengaruh dalam membentuk sebuah tren.

Namun, masih banyak Gen Z kurang memahami risiko dari tren yang muncul di internet. Saat mereka menjelajahi dunia hiperkonektivitas, media sosial, dan belanja daring, ancaman siber pun berkembang cepat.

Anna Larkina, pakar privasi Kaspersky mengatakan, tren memang berubah dengan cepat. Namun, ancaman siber yang mendasarinya masih konstan.

“Baik itu memanfaatkan kecintaan Gen Z terhadap belanja daring, memanfaatkan urgensi yang diciptakan oleh FOMO, atau menargetkan meningkatnya penggunaan aplikasi kesehatan mental,” kata Anna.

Ia mengatakan, penyerang dengan cepat mengubah perilaku populer menjadi peluang untuk melakukan phishing, penipuan, dan pelanggaran data.

Kaspersky pun mengungkapkan tren internet Gen Z apa saja kerap jadi celah eksploitasi oleh penjahat siber.

  • Berbagi berlebihan dan meningkatnya jejak digital

Bagi anak muda, membagikan momen-momen dalam hidup di internet adalah hal yang biasa. Unggahan di media sosial seringkali ditambahkan tag geografis, pembaruan harian, hingga kisah-kisah yang personal.

Namun, sharing informasi pribadi secara terus-menerus menciptakan jejak digital yang luas dan dapat dimanfaatkan oleh penjahat siber, untuk pencurian identitas atau serangan rekayasa sosial.

Baca Juga: 7 Juta Akun Streaming Film Bocor, Puluhan Kasus Ditemukan di Indonesia

Kebiasaan oversharing menimbulkan risiko tereksposnya detail sensitif secara tidak sengaja, mulai dari alamat rumah di latar belakang foto, hingga rutinitas yang membuat aktivitas pengguna mudah ditebak.

Bahkan, konten yang tampak tak berbahaya seperti foto pasangan atau hewan peliharaan, bisa memberikan petunjuk untuk pertanyaan memulihkan kata sandi.

  • Fear of Missing Out/FOMO

FOMO mengacu pada kecemasan atau kegelisahan yang muncul karena takut tertinggal atau tidak menjadi bagian dari pembaruan jika mereka tidak mengikuti apa yang dilakukan orang lain di media sosial.

FOMO merupakan pendorong yang kuat bagi Gen Z, yang dipicu oleh pembaruan media sosial tentang peluncuran produk, konser, dan acara.

Melihat teman-teman datang ke sebuah acara, memiliki produk baru, atau mencapai tonggak sejarah tertentu, dapat menimbulkan perasaan tidak mampu atau dikucilkan.

Penjahat biasanya memanfaatkan urgensi ini dengan membuat skema phishing clickbait, dengna mengarahkan pengguna ke situs berbahaya yang mencuri kredensial login atau mendistribusikan malware.

  • Nostalgia mode Y2K dan budaya awal 2000-an

Bagi Gen Z, model Y2K merupakan perpaduan antara nostalgia di era pra-digital yang lebih sederhana, serta keinginan untuk menciptakan kembali gaya tersebut dengan sentuhan modern.

Ketertarikan Gen Z terhadap budaya awal 2000-an, mulai dari estetika Y2K hingga permainan anak-anak, telah menghidupkan kembali minat terhadap judul-judul gim retro.

Meski begitu, pencarian unduhan tak resmi membuat pengguna mudah diarahkan ke situs-situs penuh malware. Penjahat siber pun menargetkan tren ini dengan menanamkan perangkat lunak berbahaya ke dalam berkas-berkas gim palsu.

  • Fast fashion

Gen Z menyukai pakaian yang ekspresif, tampil menonjol daripada sekadar mengikuti tren, dan punya gaya yang selalu berubah. Kebiasaan mengikuti tren didukung kemudahan dari ritel fast fashion.

Baca Juga: Waspada, Serangan Siber Manfaatkan Brand Produk Anak untuk Pancing Korban

Namun, penjahat siber memanfaatkannya dengan membuats situs belanja palsu, kode promo palsu, dan iklan phishing, Mereka membuat tiruan yang meyakinkan untuk memikat pengguna agar memasukkan detail sensitif mereka.

Semakin tinggi keterlibatan dalam belanja daring, semakin tinggi risiko menghadapi situs web palsu dan penipuan phishing yang membahayakan informasi pribadi dan keuangan.

IDisorder

IDisorder adalah kondisi di mana kemampuan otak untuk memproses informasi berubah, karena terlalu sering terpapar teknologi.

Obsesi terhadap teknologi ini dapat mengakibatkan gangguan psikologis, fisik, dan sosial, termasuk depresi dan kecemasan.

Hal ini dibuktikan oleh penelitian publik yang mencatat, satu dari tiga orang berusia 18hingga 24 tahun kini melaporkan gejala yang menunjukkan bahwa mereka telah mengalami masalah kesehatan mental tersebut.

Tips Biar Aman di Dunia Digital Buat Gen Z

Maka dari itu, ada beberapa tips bagi Gen Z agar tetap aman di dunia digital:

  • Pelajari cara agar tetap aman di dunia maya yang semakin rentan.
  • Berpikirlah sebelum memposting: jangan bagikan foto yang memperlihatkan rumah, rutinitas, atau detail pribadi Anda yang dapat digunakan dalam pemulihan kata sandi.
  • Jangan tergiur dengan tawaran mendesak. Verifikasi diskon, prapemesanan, atau tautan tiket hanya melalui situs web resmi.
  • Selalu periksa URL situs web dengan saksama sebelum memasukkan info pribadi. Penipu seringkali meniru nama merek atau menggunakan domain palsu.
  • Gunakan metode pembayaran tepercaya saat berbelanja daring dan hindari penawaran yang terlihat “terlalu bagus untuk menjadi kenyataan”.
  • Aplikasi kesehatan mental menyimpan data sensitif. Karena itu, pilih layanan dengan kebijakan privasi yang kuat dan jangan terlalu banyak membagikan informasi pribadi.
  • Berhati-hatilah dengan ekstensi file. Video atau permainan tidak boleh berformat .exe atau .msi karena itu tanda bahaya.
  • Gunakan solusi keamanan yang andal untuk mendeteksi lampiran berbahaya yang dapat membahayakan data Anda.
  • Pastikan penjelajahan dan pengiriman pesan aman dengan VPN. Solusi ini dapat melindungi alamat IP dan mencegah kebocoran data.

“Mulailah dengan mengambil kendali: verifikasi tautan dan situs web sebelum terlibat, gunakan kata sandi yang kuat dan unik, dan aktifkan autentikasi dua faktor untuk lapisan keamanan ekstra,” kata Anna.

Dia juga meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan apa yang dibagikan di internet. Selain itu, selalu memperbarui informasi juga bisa menjadi pertahanan terbaik.

“Keamanan siber bukan hanya tentang menanggapi ancaman; tetapi tentang memberdayakan diri Anda untuk menjelajahi dunia digital secara percaya diri dan aman,” pungkasnya.

Leave a Reply