Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

Bisa Jadi Teman Diskusi, AI Lebih Diandalkan Ketimbang Rekan Kerja?

Ilustrasi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. (Pexels)Ilustrasi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. (Pexels)

TopCareer.id – Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), kini dianggap pekerja tak sekadar alat bantu, tapi juga bisa jadi teman diskusi, bahkan kadang lebih diandalkan daripada rekan kerja.

Hal ini terungkap dalam Work Trend Index 2025 yang dikeluarkan oleh Microsoft beberapa waktu lalu.

Laporan bertajuk 2025: The Year the Frontier Firm ini mengungkap bagaimana AI tengah mengubah lanskap bisnis dan cara orang bekerja.

Laporan ini didasarkan pada survei terhadap 31.000 orang di 31 negara, termasuk Indonesia, tren ketenagakerjaan dan perekrutan di LinkedIn, serta analisis triliunan sinyal produktivitas Microsoft.

Dalam surveinya, Microsoft menyebut bahwa semakin banyak karyawan di Indonesia memanfaatkan AI, berkat ketersediaan dan fungsinya yang praktis.

Hampir setengahnya (48 persen) menyatakan lebih memilih mengandalkan AI dibandingkan rekan kerja, karena kecerdasan buatan siap sedia selama 24 jam penuh.

Tidak hanya itu, sebanyak 28 persen karyawan mengatakan bahwa kecepatan adalah alasannya, sementara 38 persen lainnya mengarah pada kemampuan berpikir kreatif AI.

66 persen pekerja juga menganggap AI sebagai teman diskusi, dan 33 persen lainnya menyebut AI lebih dari sekadar tools yang suka diperintah.

Baca Juga: Kenalan dengan Metahuman AI Interaktif Pertama Indonesia dalam Project Nirmala

Dalam laporan yang sama, sekitar 63 persen pimpinan bisnis di Indonesia mengatakan bahwa bahwa produktivitas harus ditingkatkan.

Namun, 88 persen tenaga kerja, baik karyawan maupun para pemimpin bisnis, mengaku kekurangan waktu atau energi untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

Untuk mengatasinya, 95 persen pemimpin di Indonesia menyatakan mereka yakin akan penggunaan agen AI sebagai anggota tim digital pendukung, untuk memperluas kapasitas kerja dalam satu hingga dua tahun ke depan.

Lebih dari separuhnya atau sekitar 52 persen, menjadikan penambahan kapasitas tim dengan tenaga kerja digital sebagai prioritas utama, lalu diikuti peningkatan kapasitas melalui kegiatan upskilling.

Karyawan di perusahaan yang mengadopsi model Frontier Firm di Indonesia lebih dari dua kali lipat lebih optimistis perusahaan tempatnya bekerja sedang berkembang.

Sentimen ini lebih besar dibandingkan rata-rata angka global dan di Asia-Pasifik.

Bahkan, hampir tiga kali lipat dari mereka yang percaya diri dalam menghadapi beban kerja yang besar dan merasa memiliki kesempatan untuk fokus ke pekerjaan yang penting.

Baca Juga: AI Dorong Penjualan Brand, Tapi Hati Konsumen Masih Butuh Sentuhan Manusia

Frontier firm sendiri adalah ketika para perusahan bersiap menjalani transformasi digital, di mana agen AI menjadi bagian penting dalam tim kerja.

Dalam lima tahun ke depan, para pemimpin bisnis di Indonesia memperkirakan tim mereka akan mulai menjalankan tugas baru.

48 persen berharap AI akan dipakai untuk merancang ulang proses kerja, 63 persen berencana membangun multi-agent systems, 69 persen akan fokus pada pelatihan, dan 58 persen lainnya akan mengelola agen AI secara langsung.

Mengingat AI mulai mengubah cara kerja tim, 65 persen manajer di Indonesia memperkirakan bahwa pelatihan dan upskilling AI akan menjadi bagian penting untuk tim mereka ke depannya.

Namun, masih ada kesenjangan yang tertinggal. Meskipun 87 persen pemimpin sudah memahami konsep agen AI, hanya 56 persen karyawan yang memiliki tingkat pemahaman yang sama.

Menjembatani kesenjangan ini sangat penting untuk memastikan adopsi AI yang inklusif dan berjangka panjang untuk ketenagakerjaan.

Baca Juga: Komdigi Ajak Anak Muda Jadi Prompt Engineer

Microsoft pun menilai bahwa tak hanya berhenti pada adopsi, perusahaan juga harus menentukan keseimbangan antara manusia dan AI (human-agent ratio) agar AI benar-benar mampu melengkapi kreativitas dan penilaian manusia.

Bentuk investasi lainnya, seperti penanaman literasi AI dan upskilling berkelanjutan bagi karyawan, akan menjadi kunci agar mereka mampu mengelola dan berkolaborasi dengan AI secara efektif.

“Meskipun AI menjanjikan perubahan pada cara kita bekerja, dampak nyatanya baru akan terasa ketika setiap karyawan diberdayakan untuk memimpin bersama teknologi ini,” kata Dharma Simorangkir, President Director of Microsoft Indonesia.

Dharma mengatakan, ini merupakan saat untuk berinvestasi pada manusia, mengembangkan keterampilan baru, dan membangun budaya kerja, di mana setiap orang siap menjadi agent boss.

“Dengan mengatasi kesenjangan ini, kita tidak hanya sekadar mengadopsi teknologi, tetapi juga membuka seluruh potensi yang dimiliki tenaga kerja kita, serta membangun masa depan kerja yang lebih inklusif dan inovatif,” pungkasnya.

Leave a Reply