Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

SosokTren

CEO Nvidia Jensen Huang Mau Belajar Ini Jika Jadi Mahasiswa Lagi

CEO Nvidia Jensen Huang. (Nvidia)

TopCareer.id – CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan bahwa jika dia bisa mengulang jadi mahasiswa lagi, dirinya ingin fokus ke ilmu fisika.

Hal ini diungkapnya saat perjalanan ke Beijing beberapa waktu lalu, dan mendapatkan pertanyaan dari seorang jurnalis.

“Jika Anda adalah Jensen versi 22 tahun (yang) baru saja lulus hari ini di 2025 tetapi dengan ambisi yang sama, apa yang akan Anda fokuskan?” tanya jurnalis itu.

Menanggapi itu, CEO Nvidia itu mengatakan bahwa dirinya akan lebih memilih untuk mengambil ilmu fisika, ketimbang ilmu perangkat lunak.

“Untuk Jensen muda berusia 20 tahun yang sudah lulus sekarang, ia mungkin akan memilih … lebih banyak ilmu fisika daripada ilmu perangkat lunak,” ujarnya.

Jensen pun menambahkan bahwa dirinya lulus kuliah dua tahun lebih awal, yaitu pada usia 20 tahun. Dikutip dari CNBC Make It, Selasa (22/7/2025), Huang memperoleh gelar teknik elektro dari Oregon State University pada 1984.

Gelar magister teknik elektronya lalu diperoleh dari Stanford University pada 2022, menurut profil LinkedIn-nya. Pada April 1993, Huang mendirikan Nvidia bersama rekan-rekannya Chris Malachowsky dan Curtis Priem.

Di bawah kepemimpinan Huang sebagai CEO, produsen chip ini sekarang menjadi perusahaan paling berharga di dunia. Nvidia juga jadi perusahaan pertama di dunia yang mencapai kapitalisasi pasar USD 4 triliun pada awal Juli lalu.

Baca Juga: Belajar di Era AI, Siapkah Generasi Muda Bersaing Dengan Mesin?

Meski Huang tidak menjelaskan mengapa dia ingin belajar ilmu fisika jika kembali jadi mahasiswa, dirinya sangat optimistis dengan “physical AI” atau yang dia sebut “gelombang berikutnya.”

Dalam forum The Hill & Valley di Washington, D.C., April lalu, ia menjelaskan selama 15 tahun terakhir, dunia telah melalui beberapa fase dalam perkembangan kecerdasan buatan.

Gelombang pertama Perception AI, dimulai sekitar 12 sampai 14 tahun lalu, saat model AlexNet diperkenalkan di 2012, serta membawa terobosan besar dalam visi komputer dan deep learning.

Berikutnya adalah Generative AI. Fase ini memungkinkan model AI memahami informasi dan menerjemahkannya ke berbagai bentuk seperti bahasa, gambar, kode, dan lainnya.

Fase berikutnya yaitu Reasoning AI, di mana AI mampu memahami, menghasilkan, menyelesaikan masalah, dan mengenali kondisi yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Huang menyebut jenis AI ini sebagai agentic AI, yakni semacam robot digital yang bisa menjadi bagian dari tenaga kerja digital. Sementara, kata Huang, gelombang berikutnya adalah Physical AI.

Baca Juga: Minat Belajar Sains pada Generasi Muda Dinilai Menurun, Kenapa?

“Gelombang berikutnya mengharuskan kita untuk memahami hal-hal seperti hukum fisika, gesekan, inersia, sebab dan akibat,” ujarnya April lalu.

Menurutnya, kemampuan penalaran fisik seperti konsep kekekalan objek, atau fakta bahwa objek tetap ada meskipun tidak terlihat, akan menjadi hal yang penting dalam fase AI berikutnya ini.

Penerapannya seperti memahami arah bola akan menggelinding ke mana, menentukan seberapa kuat harus mencengkeram benda tanpa merusaknya, serta menyimpulkan bahwa ada pejalan kaki di balik mobil meski tidak terlihat langsung.

“Dan ketika Anda membawa AI fisik itu lalu memasukkannya ke dalam benda fisik yang disebut robot, Anda mendapatkan robotika,” tambahnya.

Huang pun mengatakan bahwa robotika akan sangat penting, karena saat ini berbagai pabrik baru sedang dibangun di Amerika Serikat.

“Harapannya, dalam 10 tahun ke depan, pabrik-pabrik generasi baru ini akan sangat otomatis, berbasis robot, dan bisa membantu mengatasi krisis kekurangan tenaga kerja yang sedang terjadi di banyak negara,” pungkas Huang.

Leave a Reply