TopCareer.id – Masalah cari kerja yang sulit di Indonesia dinilai sebagai akibat dari masalah yang kompleks, mulai dari lambatnya pertumbuhan ekonomi, hingga ketidaksesuaian permintaan dan penawaran tenaga kerja.
“Perkembangan kondisi makroekonomi merupakan faktor fundamental yang memengaruhi penciptaan lapangan kerja,” kata Alla Asmara, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University.
Alla menjelaskan, di kuartal pertama 2025, perekonomian nasional mengalami perlambatan dibandingkan kuartal pertama 2024.
Hal ini dipicu turunnya belanja pemerintah dan melemahnya daya beli masyarakat. Dampaknya, permintaan barang dan jasa di pasar ikut menurun.
“Akibatnya, sejumlah sektor usaha mengalami tekanan. Bahkan, tidak sedikit perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Alla, mengutip ipb.ac.id, Selasa (5/8/2025).
Baca Juga: Cari Kerja Sulit, Fresh Graduate Harus Berani Pamer Skill
Masalah lain yang memperburuk membuat cari kerja makin sulit adalah tidak seimbangnya jumlah penduduk usia kerja dan ketersediaan lapangan kerja.
Pertumbuhan lapangan kerja baru tidak dapat mengimbangi jutaan angkatan kerja baru yang masuk ke pasar kerja setiap tahunnya.
Ironisnya, kata Alla, ketika ada lowongan kerja, keahlian para pencari kerja sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan industri. “Ini menyebabkan banyak posisi tetap kosong, sementara angka pengangguran tidak kunjung menurun,” imbuhnya.
Di sisi lain, digitalisasi yang dapat meningkatkan efisiensi juga membuat berkurangnya kebutuhan tenaga kerja manusia, terutama pada pekerjaan manual dan berulang.
Sektor-sektor seperti manufaktur, perbankan, dan ritel kini banyak mengadopsi otomatisasi dan layanan mandiri, yang berdampak pada berkurangnya keterlibatan pekerja manusia.
Baca Juga: AI hingga Adaptasi, LinkedIn Ungkap 15 Skill yang Kini Tumbuh Pesat
Alla mengatakan, jika transformasi digital tidak diimbangi dengan penciptaan jenis pekerjaan baru seperti di bidang teknologi, digital marketing, atau ekonomi kreatif, angka pengangguran akan sulit untuk dikurangi.
“Karena itu, keterampilan digital masyarakat harus ditingkatkan,” tegas Alla.
Jika dibiarkan, pengangguran yang berkepanjangan akan berimplikasi langsung pada aspek sosial masyarakat. Kehilangan pekerjaan akan membuat hilangnya sumber penghasilan utama, yang berujung pada kemiskinan.
Dalam jangka panjang, masalah ini akan berdampak pada akses pendidikan, layanan kesehatan, dan berisiko meningkatkan angka kriminalitas.
“Tekanan ekonomi bisa mendorong sebagian orang mengambil jalan pintas yang ilegal demi bertahan hidup,” kata Alla.
Ia menambahkan, jika dibiarkan, hal ini dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan memperparah ketimpangan ekonomi.
Tak Bisa Diselesaikan Secara Parsial
Alla mengatakan, masalah pengangguran tidak bisa diselesaikan secara parsial. Perlu pendekatan yang terstruktur, terintegrasi, berkelanjutan, serta melibatkan pemerintah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil.
Alla pun menyarankan beberapa strategi jangka panjang untuk mengatasi masalah yang kompleks ini.
Ia mengatakan, diperlukan revisi regulasi yang menghambat daya saing dan penciptaan lapangan kerja, revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi agar sesuai kebutuhan industri, serta memperkuat UMKM dan sektor ekonomi kreatif.
Dibutuhkan juga dukungan pada ekosistem startup, pengembangan kawasan industri baru baik, serta kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan lapangan kerja baru, serta menghadapi disrupsi teknologi dan krisis ekonomi global.
“Jika kita tidak segera berbenah dan menyesuaikan diri dengan perubahan global, tantangan pengangguran akan semakin kompleks,” kata Alla.
“Kita butuh kerja sama menyeluruh untuk membangun pasar kerja yang inklusif dan tangguh terhadap krisis,” pungkasnya.