Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

Pakar: Pemblokiran Rekening Nganggur Contoh Kebijakan Kurang Matang

Ilustrasi kartu kredit dan debet bank. (world_wide_web dari Pixabay)

TopCareer.id – Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir “rekening nganggur” dengan tujuan mencegah transaksi judi online beberapa waktu lalu menuai kecaman masyarakat.

Meski ratusan rekening dormant atau tidak aktif sudah dibuka lagi, Wahyudi Kumorotomo, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilainya sebagai langkah yang kurang matang.

Menurut Wahyudi, kebijakan itu termasuk salah satu bentuk “brute-force” atau kebijakan yang sifatnya coba-coba dan kurang mempertimbangkan banyak aspek.

“Sudah sekian kali rakyat menyaksikan bahwa kebijakan yang diambil oleh rezim pemerintah sekarang ini kurang profesional yang jika dibiarkan berulang-kali terjadi akan berpotensi semakin menggerus legitimasi Presiden,” kata Wahyudi.

Laporan PPATK, total nilai rekening yang diblokir mencapai Rp 428,61 miliar. Namun, Wahyudi mengatakan di antara jumlah tersebut, ada berbagai alasan rekening menjadi pasif atau tidak aktif dalam tiga bulan terakhir.

Beberapa alasan mungkin seperti mendapatkan promo, pembukaan rekening untuk demonstrasi layanan bank, penyaluran bantuan sosial, atau sebagian nasabah lupa pernah membuka rekening di bank tertentu.

Ia mengatakan, faktor-faktor semacam inilah yang luput dari pertimbangan pemerintah.

Baca Juga: Kata PPATK Soal Rekening Nganggur 3 Bulan Diblokir

“Risiko penyalahgunaan rekening menganggur untuk hasil judi online atau pencucian uang memang ada. Tapi tindakan pemblokiran tanpa melihat alasan mengapa rekening itu menganggur juga bukan tindakan bijaksana,” kata Wahyudi.

Menurutnya, pemerintah kurang bisa menerapkan prosedur RIA (Regulatory Impact Assessment) sehingga dampak negatif dari sebuah kebijakan tidak diantisipasi sejak dini.

Akibatnya, masyarakat kembali menjadi korban dari kebijakan pemerintah.

Wahyudi mengatakan, PPATK harusnya bisa menggandeng instansi pengawas aktivitas keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan, jika ingin mendeteksi dan mencegah penyalahgunaan rekening untuk aktivitas ilegal.

Perlu ada pencatatan dan kategorisasi rekening berdasarkan riwayat rekening tersebut sejak pembukaan hingga beberapa bulan terakhir. Analisis ini akan memberikan gambaran apakah pemblokiran rekening memang diperlukan atau tidak.

Baca Juga: Ramai Warganet Mengeluh Rekening Diblokir, Ini Kata PPATK

“Teknologi untuk mengidentifikasi rekening-rekening itu semestinya sudah tersedia, dan informasi nasabah dari perbankan semestinya sudah sangat lengkap untuk melacak rekening menganggur tersebut,” ujarnya.

Meski ratusan rekening sudah dipulihkan, langkah tersebut tetap harus dievaluasi. Suatu kebijakan harusnya diimplementasikan secara terstruktur dan tidak terburu-buru.

Di satu sisi, kata Wahyudi, pemilik nasabah juga berhak atas keterbukaan informasi rekeningnya sendiri.

Wahyudi menegaskan pemerintah harus memperbaiki sistem kebijakan yang akan dilakukan, serta tak terbatas pada kasus pemblokiran rekening saja.

Pertimbangan matang akan mengarahkan pada implementasi kebijakan yang baik dengan mitigasi resiko, sehingga tidak perlu melakukan “blanket-policy” atau kebijakan tidak transparan.

Dia mengatakan, tindakan tanpa pertimbangan justru akan menghasilkan inefisiensi dan penurunan kredibilitas serta visibilitas pemerintah di mata masyarakat.

Leave a Reply