TopCareer.id – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan bahwa menurunkan tarif bukan satu-satunya jalan untuk memangkas ongkos transportasi publik, sekaligus membuat masyarakat beralih menggunakan angkutan umum.
Mohamad Risal Wasal, Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda mengatakan bahwa di satu sisi, pendapatan masyarakat juga harus ditingkatkan.
“Ada banyak cara untuk bagaimana menganggap biaya itu murah, bukan menurunkan tarif saja, bagaimana meningkatkan pendapatan yang kita pikirkan,” kata Risal dalam gelar wicara “Masa Depan Mobilitas Kota: Integrasi Antarmoda Menuju Transportasi Publik yang Ramah dan Terhubung”, Jumat (8/8/2025).
Menurut Risal, apabila pendapatan masyarakat tinggi, maka ongkos transportasi yang saat ini dianggap melebihi batas ideal, bukanlah sebuah masalah.
“Itu tugas kami juga bagaimana mempermudah masyarakat bergerak melalui transportasi umum, hingga mereka bisa melakukan sesuatu, hingga mendapatkan pendapatan,” kata Risal.
Baca Juga: Naik 35 Persen, Pengguna Commuter Line Jabodetabek Capai 180 Juta di Awal 2025
Dalam pemaparannya, Risal menambahkan bahwa Indonesia punya potensi besar dalam mobilitas untuk kemajuan, serta mempromosikan ekonomi hijau dan ekonomi biru, melalui keterpaduan antarmoda.
Menurut Risal, yang sedang diusahakan pemerintah saat ini adalah agar integrasi antarmoda tidak hanya terjadi di simpul-simpul seperti terminal, stasiun, bandara, dan pelabuhan.
“Yang kami integrasikan tidak hanya pada simpul tapi juga di ruang seperti jalan, laut, dan udara,” kata Risal.
Selain itu, yang perlu diintegrasikan ke dalam sebuah simpul juga termasuk kawasan-kawasan ekonomi khusus, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, Kawasan Sentra Produksi Pangan, P3DT, hingga pabrik.
“Artinya wilayah-wilayah tersebut sudah terhubung oleh suatu transportasi entah itu barang ataupun penumpang,” ujar Risal.
Baca Juga: Tarif MRT, KRL, hingga TJ Cuma Rp 80 pada 17 Agustus 2025
Sementara, Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa untuk membangun ekosistem transportasi publik yang terintegrasi antarmoda, dibutuhkan juga peran dari kepala daerah.
Ia memberikan contoh, saat ini banyak kawasan-kawasan perumahan yang berdiri tanpa terintegrasi dengan transportasi umum, atau sudah tidak ada lagi angkutan yang melayani.
“Akhirnya first mile menjadi mahal. Naik keretanya murah tidak sampai Rp 10 ribu, tapi dari stasiun ke rumahnya jadi mahal,” kata Djoko.
Menurutnya, jika melihat dari apa yang dilakukan Transjabodetabek di kota-kota penyangga Jakarta, pekerjaan yang perlu dilakukan oleh kepala daerah di Bodetabek saat ini adalah membangun angkutan umum di tiap-tiap daerah, yang terhubung dengan terminal, halte, atau stasiun.
“Masalahnya sekarang mau atau tidak,” kata Djoko.