Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

Jadi Tren di China, Anak Muda Sewa Kantor Bohongan Buat Pura-Pura Kerja

Ilustrasi kerja di kantor. (Freepik)

TopCareer.id – Jika biasanya orang bekerja untuk dibayar, di China tengah muncul tren anak muda yang mengeluarkan uangnya untuk pura-pura di kantor atau tempat kerja.

Tren pura-pura kerja ini tengah naik daun di kalangan anak muda yang menganggur. Fenomena tersebut juga membuat penyedia layanan semacam ini bertambah.

Tiongkok sendiri sedang mengalami tingginya tingkat pengangguran di kalangan muda, yang angkanya mencapai 14 persen.

Dengan pekerjaan yang makin sulit didapat, banyak anak muda yang lebih memilih untuk “membayar” supaya terlihat berada di kantor, dibandingkan hanya diam diri di rumah.

Salah satunya adalah pria bernama Shui Zhou. Usaha kuliner pemuda 30 tahun ini gagal tahun 2024 lalu.

Dia pun lalu mulai menghabiskan 30 yuan (sekitar Rp 68 ribu) per hari, untuk bekerja di kantor tiruan milik perusahaan bernama Pretend to Work Company di Dongguan.

Kepada BBC, dikutip Rabu (13/8/2025), Zhou mengaku dirinya dan lima “rekan kerja” lainnya melakukan hal serupa.

“Saya merasa sangat senang,” kata Zhou. “Rasanya seperti kami benar-benar bekerja bersama sebagai sebuah tim.”

Baca Juga: Cari Kerja Susah, Kaum Muda Tiongkok Pilih Jadi ‘Cucu Penuh Waktu’

Layanan pura-pura jadi kantor ini pun makin banyak di kota-kota besar termasuk Shenzhen, Shanghai, Nanjing, Wuhan, Chengdu, dan Kunming.

Kebanyakan terlihat seperti kantor sungguhan, lengkap dengan komputer, akses internet, ruang rapat, dan ruang teh. Terkadang, ada juga yang sudah menyediakan makan siang, camilan, dan minuman.

Para pengguna pun dapat menggunakan komputer untuk mencari pekerjaan atau mencoba memulai bisnis rintisannya sendiri.

Zhou menemukan Pretend to Work Company saat sedang melihat-lihat media sosial Xiaohongshu. Dia merasa lingkungan kantor membuatnya lebih disiplin. Bahkan, ia sudah berada di sana selama lebih dari tiga bulan.

Zhou juga mengirimkan foto kantor itu kepada orang tuanya, mengklaim hal itu membuat keduanya jadinya lebih tenang meski tahu ia belum bekerja.

Walau peserta bisa datang dan pergi kapan saja, Zhou biasanya datang di kantor antara pukul 8 dan 9 pagi. Kadang ia baru pulang pukul 11 malam, setelah manajer kantor pulang.

Baca Juga: Perusahaan di China Minta Karyawan Jomblo Nikah, Kalau Tidak Kena PHK

Sementara di Shanghai, seorang perempuan 23 tahun bernama Xiaowen Tang menyewa sebuah meja kerja di perusahaan kantor pura-pura. Sejak lulus kuliah di 2024, dia belum mendapatkan pekerjaan penuh waktu.

Kampusnya punya aturan tak tertulis bahwa mahasiswa harus menandatangani kontrak kerja atau memberikan bukti magang setahun setelah lulus. Jika tidak, mereka tidak bisa menerima ijazah.

Tang pun memberikan foto suasana kantor ke kampus sebagai bukti magang, meski sebenarnya, dia membayar biaya harian dan duduk di sana sambil menulis novel, untuk mendapatkan uang saku.

Pemilik Pretend to Work, Feiyu (bukan nama sebenarnya), mengatakan bahwa yang ia jual adalah “martabat agar tidak dianggap sebagai orang yang tidak berguna.”

Ia sendiri pernah menganggur setelah bisnis ritel yang dimilikinya tutup selama pandemi Covid.

“Saya sangat tertekan dan sedikit merusak diri sendiri,” kenangnya. “Anda ingin mengubah keadaan, tapi tidak berdaya.”

April 2025, pria 30 tahun asal Dongguan ini mulai mengiklankan Pretend To Work. Dalam sebulan, semua meja kerjanya terisi penuh. Bahkan, calon pengguna baru harus mendaftar terlebih dulu.

Baca Juga: Tidur Saat Tugas, Bonus Anjing Polisi Corgi di Tiongkok Dipotong

Feiyu mengungkapkan, 40 persen pelanggannya adalah lulusan baru yang datang untuk mengambil foto sebagai bukti magang kepada dosen. Sebagian kecil datang untuk membuat orang tua merasa lega.

Sisanya, 60 persen, adalah pekerja lepas, banyak di antaranya digital nomad, termasuk mereka yang bekerja di perusahaan e-commerce besar dan penulis daring. Usia rata-rata pelanggan sekitar 30 tahun, dengan yang termuda 25 tahun.

Feiyu mengakui masih belum yakin apakah bisnis ini akan tetap menguntungkan dalam jangka panjang. Namun, dia lebih suka melihatnya sebagai eksperimen sosial.

“Ini menggunakan kebohongan untuk mempertahankan rasa hormat, tapi memungkinkan beberapa orang menemukan kebenaran,” ujarnya.

“Jika kami hanya membantu mereka memperpanjang kemampuan akting mereka, kami ikut terlibat dalam penipuan yang lembut,” Feiyu menambahkan,

“Hanya dengan membantu mereka mengubah tempat kerja palsu ini menjadi titik awal nyata, eksperimen sosial ini benar-benar bisa memenuhi janjinya.”

Leave a Reply