TopCareerID

Gara-Gara Scam, Kerugian Masyarakat Capai Rp 4,6 Triliun

Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen, OJK. (Youtube Otoritas Jasa Keuangan)

TopCareer.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kerugian yang dialami masyarakat yang menjadi korban penipuan atau scam mencapai Rp 4,6 triliun, per 17 Agustus 2025.

Hal ini diungkap oleh OJK saat meluncurkan Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen mengatakan, angka kerugian ini berdasarkan laporan ke Indonesia Anti Scam Center (IASC), sejak November 2024.

Baca Juga: Waspada Social Engineering Saat Belanja Online, Mau Untung Malah Buntung

Selain itu, Friderica menyebut bahwa dalam satu hari IASC menerima rata-rata 700 sampai 800 laporan scam keuangan, jauh lebih tinggi dibandingkan Singapura (140), Hong Kong (124), dan Malaysia (130).

“Padahal ini belum semua masyarakat tahu caranya mengadu,” kata Friderica, seraya menambahkan mereka sudah menerima 225.281 laporan per 17 Agustus 2025.

IASC juga mencatat bahwa sebanyak 359.733 rekening dilaporkan terkait penipuan keuangan, dengan 72.145 rekening telah diblokir.

Di sisi lain, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dilaporkan menemukan dan menghentikan 1.840 entitas keuangan ilegal di sejumlah situs atau aplikasi, yang berpotensi merugikan masyarakat.

Friderica pun menegaskan bahwa di tengah melonjaknya ancaman scam, tingkat literasi dan inklusi keuangan pada masyarakat juga harus ditingkatkan.

Baca Juga: Seberapa Besar Dampak AI pada Modus Penipuan Phishing?

“Masyarakat kita sudah menggunakan digitalisasi, tetapi secara digital financial literacy-nya belum cukup tinggi, jadi itulah yang harus terus kita dorong,” kata Friderica.

Selain itu, masyarakat juga diminta untuk segera melapor apabila mengalami kasus penipuan keuangan.

“Kesadaran dan kecepatan masyarakat untuk melapor. Kalau di negara lain saya dapat angkanya sekitar 15 menit ketika mereka menjadi korban, mereka sudah melapor, makanya kesempatan dana bisa dikejar sangat baik,” kata Friderica.

Sementara di Indonesia, 85 persen korban melaporkan kejadian ke IASC setelah 12 jam sejak kejadian, bahkan kerap ada yang tak menyadari uangnya sudah hilang.

Exit mobile version