TopCareerID

Asmi Arijanto: Tour Leader yang Jadi Sahabat Peziarah

Fransiskus Asmi Arijanto. (TopCareer.id/Christ Michael)

Topcareer.id – Tiga puluh dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun itu, Fransiskus Asmi Arijanto telah menemani ribuan peziarah menyusuri jalan-jalan bersejarah iman Katolik, dari tanah suci Yerusalem hingga Basilika Santo Petrus di Roma. Baginya, menjadi tour leader bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan untuk menghadirkan damai dan sukacita dalam setiap langkah perjalanan.

“Sebetulnya saya tidak punya latar belakang pariwisata,” tutur Asmi, sapaan akrabnya, mengenang awal mula terjun ke dunia travel pada 1993. “Saya dulu guru. Lalu seorang teman menawari pekerjaan di biro perjalanan. Dari situlah saya belajar sambil jalan.”

Dari Seminari ke Dunia Pariwisata

Jejak hidup Asmi terbilang unik. Selepas SMP, ia menempuh pendidikan di Seminari Mertoyudan, Magelang, bahkan sempat masuk Serikat Yesus (Yesuit). Ia menekuni filsafat, dengan cita-cita awal menjadi imam. “Mungkin inilah kelebihan saya dibanding tour leader lain. Saya punya dasar rohani yang kuat. Itu yang saya eksplor dalam profesi saya,” ujarnya.

Latar belakang itu membuat Asmi lebih dari sekadar pemandu. Ia memahami makna di balik setiap situs ziarah: keheningan Lourdes, jejak para rasul di Yerusalem, hingga pesan Bunda Maria di Fatima dan Guadalupe. “Saya percaya, perjalanan ziarah itu bukan sekadar wisata. Ada penyelenggaraan ilahi yang nyata. Saya sering melihat mukjizat terjadi di depan mata,” katanya.

Baca Juga: Paus Leo XIV: Dari AS, Peru, hingga Jadi Pimpinan Tertinggi Gereja Katolik Dunia

Ziarah, Mukjizat, dan Penyelenggaraan Ilahi

Pengalaman rohani selalu membekas. Asmi teringat seorang peserta yang menderita pendarahan kronis. Setelah mandi air suci di Lourdes, penyakit itu berhenti. “Ia bercerita dengan penuh haru di Roma. Saya merinding mendengarnya. Itulah mukjizat nyata,” ungkapnya.

Di lain kesempatan, ia nyaris mengalami kecelakaan saat kapal ziarah di Istanbul hampir ditabrak kapal kontainer. “Andai terjadi tabrakan, peserta yang di toilet bisa tercebur ke laut. Tapi kapal besar itu mendadak berhenti. Saya yakin, itu campur tangan Tuhan,” ujarnya.

Tantangan di Jalan

Meski penuh berkat, profesi tour leader juga sarat tantangan. Asmi kerap menghadapi kondisi darurat: peserta jatuh sakit, penerbangan batal, hingga restoran tutup di saat jam makan siang. “Di situ pengalaman dan kreativitas bekerja. Harus cepat ambil keputusan, tahu siapa yang dihubungi, dan tetap menjaga ketenangan rombongan,” jelasnya.

Syukur, ia belum pernah menghadapi peserta meninggal dunia. Namun ia menyadari betul betapa rumitnya mengurus hal-hal mendesak di luar negeri. “Itu sebabnya persiapan sebelum berangkat harus matang. Tapi tetap, force majeure selalu ada,” tambahnya.

Baca Juga: Parkour Jakarta, Dari Hobi Loncat hingga Jadi Olahraga Sehat

Bahasa dan Soft Skills

Asmi meyakini, kemampuan bahasa adalah kunci. Bahasa Inggris mutlak, sementara tambahan bahasa lain seperti Mandarin atau Prancis memberi nilai lebih. “Saya sendiri belajar bahasa Latin, Inggris, dan sempat kursus Prancis. Ternyata semua berguna sekali,” ujarnya.

Namun lebih dari itu, ia menekankan pentingnya soft skills: kesabaran, kemampuan mendengarkan, dan semangat melayani. “Tour leader itu bukan cuma soal teknis. Kita harus hadir dengan hati, menemani orang dalam perjalanan iman mereka,” katanya.

Pesan untuk Generasi Muda

Kini, Asmi bersyukur melihat putranya meneruskan jejak sebagai tour leader. Bedanya, sang anak menempuh pendidikan formal di bidang pariwisata dan menguasai bahasa Mandarin. “Zaman sekarang beda dengan zaman saya dulu. Kalau mau masuk pariwisata, sekolah pariwisata itu perlu. Ditambah usaha pribadi dan komunitas. Itu jalannya,” pesannya.

Di tengah rapuhnya industri pariwisata—yang paling cepat terpuruk saat krisis dan paling lambat pulih—Asmi tetap optimis. “Kalau dunia damai, pariwisata akan tumbuh. Karena setiap orang pada dasarnya ingin mencari keindahan, kedamaian, dan pengalaman rohani,” ujarnya.

Baginya, menjadi tour leader wisata rohani bukan sekadar profesi. “Ini panggilan. Saya merasa, jalan yang saya tempuh adalah anugerah dari Tuhan,” tutupnya dengan senyum penuh syukur.

Simak selengkapnya di video menarik berikut ini:

Exit mobile version