TopCareer.id – La Nina yang diprediksi terjadi di Indonesia hingga Januari 2026 memunculkan potensi peningkatan curah hujan, meski dengan intensitas yang berbeda-beda di tiap wilayah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi La Nina akan terjadi di Indonesia dengan potensi mencapai 50-70 persen pada periode Oktober 2025 hingga Januari 2026.
Berdasarkan indeks dan durasi kejadiannya, potensi ini termasuk dalam kategori lemah sehingga pengaruhnya terbatas lokal saja. Meski curah hujan meningkat, namun tidak terlalu besar dengan intensitas yang berbeda-beda di setiap daerah.
Menurut Emilya Nurjani, dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), La Nina terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang menyebabkan peningkatan tekanan di Samudra Pasifik.
Pada saat terjadinya La Nina, tekanan udara di Indonesia lebih rendah dibandingkan Samudera Pasifik sisi timur, di Amerika Selatan, sehingga peluang hujan di Indonesia menjadi lebih besar.
Baca Juga: BMKG: Musim Hujan 2025/2026 Datang Lebih Awal
“Sebetulnya La Nina ini termasuk dalam gangguan dan itu tidak bisa dicegah karena itu sistem tekanan udara yang regional bahkan bisa menjadi global,” kata Emilya, mengutip laman resmi, Senin (27/10/2025).
Ia menjelaskan, dampak La Nina biasanya dimulai dari wilayah Indonesia bagian timur dan menyusur ke bagian barat. Berdasarkan topografinya, wilayah negara ini sangat beragam, sehingga pengaruhnya sangat lokal.
Emilya menjelaskan, tidak semua wilayah Indonesia akan memiliki dampak yang sama di setiap daerah di Indonesia.
“Belum tentu bahwa La Nina berpengaruh di Jogja juga mempunyai pengaruh yang sama seperti di Kalimantan atau Jakarta,” katanya.
BMKG pun disarankan untuk bisa memberikan peringatan kepada masyarakat dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Baca Juga: Hujan di Musim Kemarau, Waspada Cuaca Ekstrem Masih Mengintai
Menurut Emilya, BMKG memang selalu memberikan peringatan dini iklim dan cuaca, terutama untuk cuaca ekstrem. Namun kadang, penyampaiannya masih kurang dipahami masyarakat, sehingga tak jarang memunculkan salah paham.
Dia mencontohkan, masyarakat sering menilai bahwa musim kemarau tidak hujan, sementara musim hujan harus selalu hujan. “Sebenarnya tidak seperti itu, musim hujan dan kemarau itu dilihat dari curah hujannya,” Emilya menjelaskan.
Ia menambahkan, edukasi mengenai La Nina kepada masyarakat juga harus ditingkatkan. Banyak orang menganggap fenomena ini akan menyebabkan hujan terus menerus dan banjir.
Namun, terkadang dampak dari La Nina tidak sampai menyebabkan banjir karena semua itu kembali ke wilayahnya masing-masing.
“Jadi dampaknya tidak bisa di universalkan seluruh Indonesia, tidak bisa disamaratakan kalau kita bicara cuaca dan iklim,” pungkas Emilya.













