TopCareerID

Kementerian PPPA Dorong Fasilitas Perlindungan Perempuan di Tempat Kerja

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. (Dok. Kementerian PPPA)

TopCareer.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong pembentukan fasilitas Rumah Pelindungan Pekerja Perempuan (RP3) di tempat kerja.

Menteri PPPA Arifah Fauzi mengatakan, kementeriannya terus memperkuat upaya perlindungan bagi perempuan bekerja, baik di sektor formal maupun informal, serta yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri.

“Kemen PPPA berkomitmen memperkuat perlindungan pekerja perempuan dari kekerasan berbasis gender dan mengupayakan kesetaraan bagi seluruh pekerja,” kata Arifah, mengutip keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).

Kementerian PPPA pun telah menerbitkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Tempat Kerja.

Baca Juga: Menkomdigi Sebut AI Paling Berdampak ke Pekerja Perempuan

“Diharapkan semua instansi pemberi kerja, baik instansi pemerintah maupun swasta, dapat berpartisipasi dalam memfasilitasi keberadaan RP3 di tempat kerja. Saat ini sudah terbentuk 14 RP3 di delapan provinsi,” kata Arifah.

Menurutnya, RP3 bertujuan memberikan perlindungan hukum maupun psikologis bagi pekerja perempuan, serta menciptakan rasa aman dan nyaman melalui pencegahan, pengaduan, dan pendampingan.

“Hal ini juga menjadi bagian dari upaya perluasan layanan pengaduan kekerasan di tempat kerja guna meningkatkan akses korban terhadap perlindungan dan penanganan,” Arifah menambahkan.

Maria Ulfah Anshor, Ketua Komnas Perempuan menyebut, dalam lima tahun terakhir, mereka mencatat 4.064 kasus kekerasan di tempat kerja.

Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan Masih Hadapi Sederet Tantangan

Menurut Maria, perempuan pekerja masih menghadapi berbagai tantangan untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan hak-hak lainnya.

Komnas Perempuan juga melakukan pendokumentasian terhadap pemenuhan hak maternitas di 10 perusahaan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara, di sektor umum, Aparatur Sipil Negara (ASN), serta di serikat buruh untuk mengetahui dampak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada pemenuhan hak maternitas.

“Kami menemukan bahwa cuti maternitas belum komprehensif, hak maternitas ASN belum terpenuhi, fasilitas pendukung belum memadai, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) belum inklusif gender, pemulihan korban kekerasan seksual belum diperhatikan, dan UU Cipta Kerja dinilai turut meningkatkan kerentanan pekerja perempuan, khususnya yang sedang hamil,” kata Maria.

Exit mobile version