TopCareer.id – Cambridge Dictionary menetapkan kata “Parasosial” sebagai Word of the Year 2025.
Parasosial merujuk pada koneksi yang dirasakan seseorang terhadap sosok online seperti selebritas hingga podcaster, bahkan kecerdasan buatan (AI).
“Hubungan parasosial adalah ketika kita merasa mengenal seseorang, atau merasa sangat dekat dengan seseorang padahal sebenarnya mereka adalah orang yang tidak pernah kita temui seperti selebritas, influencer, atau tokoh publik yang terkenal karena suatu alasan,” kata Simone Schnall, profesor psikologi sosial eksperimental di University of Cambridge kepada CNBC Make It.
“Pada kenyataannya, tentu saja, itu hanyalah hubungan satu arah,” tambahnya, ditulis Selasa (25/11/2025).
Istilah ini muncul di tahun 1956, saat sosiolog University of Chicago, Donald Horton dan Richard Wohl menemukan bahwa orang-orang yang menonton televisi memperlakukan aktor di layar seperti teman atau keluarga.
Schnall menjelaskan, fenomena ini sebenarnya sudah lama dikenal dalam budaya kita, namun istilah tersebut baru digunakan secara umum belakangan ini.
“Itu sudah ada sejak lama, tetapi saya rasa dalam budaya kita sekarang, hubungan parasosial meningkat pesat karena ada begitu banyak kesempatan untuk itu. Ada begitu banyak orang yang entah mengapa bisa membuat kita tertarik, terpesona, atau terinspirasi,” kata Schnall.
Baca Juga: Terlalu Lama Kesepian, Awas Kena Masalah Kesehatan
Ia mencontohkan, banyak fans Taylor Swift melaporkan punya koneksi emosional mendalam dengan sang penyanyi, bahkan selalu mengikuti kehidupan pribadi dan asmaranya.
Contoh lain adalah saat YouTuber Logan Paul mengunggah video tentang penemuan jenazah di hutan Aokigahara, Jepang pada tahun 2018, dirinya banyak dikecam warganet.
Namun, tak sedikit penggemar fanatik yang membela Logan Paul. YouTuber itu pun meminta maaf atas kontennya tersebut.
Schnall pun memperingatkan adanya bahaya mengikuti selebritas dan influencer media sosial, yang mungkin menyebarkan tips medis yang sesat, menjual produk yang buruk, atau mempromosikan perilaku tidak etis.
“Mereka (para influencer) bisa menyebabkan kerugian serius bagi para pengikutnya. Orang-orang yang merasa berada dalam hubungan parasosial itu bisa sangat dirugikan,” tegas Schnall.
Cambridge Dictionary menambahkan, popularitas kata “parasosial” juga meningkat karena hubungan yang terbentuk dengan chatbot AI.
Laporan 2025 oleh Common Sense Media yang mensurvei 1.060 remaja Amerika Serikat (AS) menemukan, 72 persen remaja usia 13 hingga 17 tahun pernah menggunakan AI companion minimal sekali.
Alasannya mulai dari dukungan emosional atau kesehatan mental, hingga sebagai teman atau sahabat.
“Orang dapat membangun hubungan tertentu, seperti persahabatan atau bahkan hubungan romantis atau setidaknya, mereka merasakannya seperti itu, padahal pada kenyataannya, tidak ada orang lain di sana,” kata Schnall.
Baca Juga: Gen Z Pengguna AI Paling Aktif, Jangan Sampai Ketergantungan
Survei terbaru oleh Vantage Point Counselling juga menyebut, lebih dari 1.000 orang dewasa Amerika menemukan bahwa 28 persen responden mengaku pernah berhubungan romantis atau intim dengan AI.
Menurut Schnall, ada dua alasan orang beralih ke hubungan parasosial: epidemi kesepian global dan meningkatnya screentime.
Di perangkat ponsel dan layar, hubungan parasosial hanya “sekali klik”, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan validasi sosial secara instan. Sementara, chatbot dirancang untuk memuji kita.
“Orang cenderung lebih kesepian dibanding generasi sebelumnya, dan mereka menghabiskan begitu banyak waktu di layar mereka di mana hubungan parasosial sangat mudah terbentuk,” kata Schnall.
Maka dari itu, Schnall mengingatkan pentingnya berinvestasi dalam hubungan di dunia nyata. Semakin banyak waktu yang dihabiskan secara online, semakin sedikit waktu yang dihabiskan untuk membangun koneksi langsung.
“Semakin banyak waktu yang saya habiskan mengobrol dengan chatbot, semakin sedikit waktu yang mungkin saya habiskan mengobrol dengan orang sungguhan,” pungkasnya.













