TopCareer.id – Newsfluencer, individu atau kelompok kecil yang memproduksi dan menyebarkan konten berita melalui media sosial, sekarang punya pengaruh besar dalam perdebatan publik.
Di negara dengan jumlah pengguna media sosial tinggi seperti Indonesia, India, dan Brasil, peran newsfluencer bahkan bersaing langsung dengan media arus utama (mainstream).
Reuters Institute pun mencatat, masyarakat Indonesia kini makin memanfaatkan media sosial untuk berbagai genre, termasuk mengonsumsi berita.
Ini membuka peluang bagi kreator dan jurnalis untuk menghadirkan konten berita yang sederhana, mudah dipahami, dan relevan bagi kelompok masyarakat.
Baca Juga: Alasan Doomscrolling Berbahaya buat Kesehatan Mental
Meski begitu, Mufti Nurlatifah, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai, maraknya newsfluencer perlu diiringi pemahaman tentang proses gatekeeping, serta kepatuhan pada kode etik jurnalistik.
Menurutnya, penilaian status seseorang sebagai jurnalis harus merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Pers.
“Mengatakan mereka sebagai influencer tidak apa-apa, tetapi kemudian justifikasi kedudukan mereka yang perlu menjadi catatan dalam konteks ini,” kata Mufti, mengutip laman resmi UGM, Senin (1/12/2025).
Mufti juga menambahkan, kesadaran publik dalam memeriksa latar belakang kreator konten masih rendah.
Padahal, di tengah lahirnya banyak media baru, kebebasan bermedia justru menuntut masyarakat untuk lebih memahami logika platform digital.
Baca Juga: Berita Buruk Bebani Pikiran, Ini Tips Mengatasinya
“Jika berbicara soal kebebasan bermedia, yang perlu disadari adalah memahami logika platformnya, bagaimana influencer itu lahir, muncul dan tenggelam di dalam platform ini,” kata Mufti.
Soal adanya usulan sertifikasi influencer, Mufti menegaskan perlu ada kesepakatan bersama tentang definisi dan kriteria soal siapa yang disebut sebagai inluencer.
Identifikasi yang jelas menjadi langkah penting sebelum masuk dalam proses lisensi. Meski begitu, dia menilai bahwa lisensi dalam negara demokratis selalu bersifat ganda.
“Sertifikasi membuat identifikasi menjadi lebih mudah. Namun, sertifikasi juga bisa menjadi batasan dalam konteks kebebasan bermedia,” ungkapnya.
