TopCareer.id – Indonesia masih jadi salah satu negara di Asia Pasifik yang paling rentan terhadap penipuan lowongan kerja palsu.
SEEK, perusahaan induk Jobstreet, bahkan menyebut Indonesia menjadi hotspot penipuan lowongan kerja terbesar, dengan 38 persen dari seluruh percobaan di Asia Pasifik, serta 62 persen dari total penipuan lowongan kerja di kawasan Asia.
Menurut Ali Maksum, Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan, kerentanan terhadap lowongan kerja palsu ini terjadi bukan cuma karena faktor ekonomi.
Ini juga terjadi karena rendahnya literasi pendidikan serta rumitnya birokrasi dalam pengurusan dokumen keberangkatan tenaga kerja.
Ia mengatakan, dua faktor utama yang membuat masyarakat Indonesia mudah terjebak tawaran kerja fiktif adalah push factor dan pull factor.
Push factor terjadi saat kondisi ekonomi dalam negeri tidak memberikan cukup peluang, sementara pull factor menguat karena bekerja di luar negeri dianggap menjanjikan gaji lebih tinggi dan kesempatan hidup yang lebih baik.
Baca Juga: Incar Entry-Level, Posisi Ini Sering Jadi Kedok Penipuan Lowongan Kerja
Menurut pakar Politik Luar Negeri Indonesia, Migrasi, dan Asia Tenggara itu, bekerja di luar negeri sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
“Banyak yang melihatnya sebagai peluang besar, meskipun risikonya juga tinggi, termasuk penipuan lowongan kerja,” ujarnya, dikutip dari laman resmi UMY, Rabu (3/12/2025).
Tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya literasi digital membuat masyarakat mudah tergiur informasi, tanpa melakukan verifikasi.
Dengan literasi yang tidak memadai, masyarakat cenderung menerima informasi mentah-mentah, serta menangkap peluang tanpa menelusuri sumbernya terlebih dulu.
Ali mengatakan, jalur resmi dari pemerintah seringkali dianggap rumit, lambat, dan penuh proses birokrasi.
Situasi ini membuat banyak calon pekerja memilih jalan pintas, bahkan mengandalkan calo untuk mengurus paspor hingga keberangkatan. Padahal tanpa disadari, hal itu justru membawa mereka masuk dalam jaringan perdagangan manusia.
“Mereka takut mengurus dokumen sendiri. Urus paspor saja memakai calo. Lama-kelamaan mereka terbiasa mengambil jalan pintas, dan itu yang membuka pintu human trafficking,” kata Ali.
Baca Juga: Cari Kerja Sulit Bikin Orang Berburu Lowongan di Dark Web
Kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah pun jadi yang paling rentan lowongan kerja palsu. Mereka cenderung cepat merespon tawaran kerja, apalagi jika ada skema pembayaran seperti kursus bahasa atau biaya administrasi.
Untuk itu, Ali menilai pemerintah harus memperkuat aspek hukum, sekaligus memperbaiki akses dan infrastruktur layanan tenaga kerja migran, sehingga lebih mudah dijangkau masyarakat.
Sementara, edukasi publik harus digencarkan baik lewat media digital maupun komunitas akar rumput, agar masyarakat memahami jalur keberangkatan yang resmi dan aman.
Ali menegaskan, regulasi memang penting, tapi pengawasan dan penegakkan hukum juga harus diperkuat.
“Pelaku penipuan harus ditindak tegas. Apalagi media sosial kini tidak terkontrol. Karena itu, literasi dan publikasi harus ditingkatkan supaya masyarakat tahu bahwa jalur resmi adalah satu-satunya jalur yang aman,” pungkasnya.
