TopCareer.id – Kalau kamu pernah berpikir untuk digaji tanpa bekerja atau tidak melakukan apa-apa, mungkin cerita ini bisa jadi pembelajaran.
Seorang wanita 59 tahun bernama Laurence Van Wassenhove beberapa waktu lalu menggugat salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Eropa, Orange.
Laurence menuding perusahaan sudah membiarkannya tidak melakukan apa-apa selama lebih dari 20 tahun, meski dirinya digaji tanpa bekerja dan hampir tanpa komunikasi dengan orang lain.
Kepada media Prancis FTV, Laurence menggambarkan pengalamannya sebagai “ketidakaktifan yang dipaksakan” sehingga membuatnya “tidak terlihat” di tempat kerja.
Dilansir The Economic Times, ditulis Selasa (9/12/2025), Laurence bergabung dengan Orange pada tahun 1993, yang kala itu masih bernama France Telecom.
Dia lalu mengalami epilepsi dan hemiplegia (kelumpuhan sebagian pada satu sisi tubuh), sehingga dipindahkan dari jabatan aslinya ke posisi sekretaris, karena memiliki kemampuan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM).
Baca Juga: Ambil Cuti Demi Garap Kerjaan, Apa Itu Leavisme?
Namun kariernya terhenti pada tahun 2002 ketika ia mengajukan permohonan pindah ke wilayah lain.
Sebuah penilaian kesehatan kerja menyatakan dia tidak layak untuk posisi yang diusulkan, dan malah ditempatkan dalam status “siaga.” Sejak itu, karier dan pekerjaannya pun mandek selama puluhan tahun.
“Saya dibayar, ya, tetapi saya diperlakukan seperti tidak ada,” ujarnya.
Penghasilannya stabil. Namun kepada Mediapart, Laurence mengaku masih menghadapi kesulitan keuangan, surat pengusiran, dan kesehatan mentalnya memburuk ketika merawat anaknya yang autis.
Menurutnya, perasaan terisolasi mengikis tujuan hidupnya bahkan membuatnya harus berjuang melawan depresi berat.
Pengacaranya, David Nabet-Martin, berpendapat ketidakpedulian Orange telah merampas “tempatnya di masyarakat” sebagai penyandang disabilitas, yang menyebabkan dampak psikologis jangka panjang.
Baca Juga: Australia Ancam Penjara Perusahaan yang Sengaja Bayar Gaji di Bawah UMR
Kepada media Prancis, La Depeche, Orange mengatakan mereka mempertimbangkan “situasi sosial personal” Laurence dan mempertahankan “kondisi terbaik” selama dia tidak aktif bekerja.
Perusahaan juga mengklaim sudah menjajaki kemungkinan untuk mengintegrasikannya kembali ke posisi baru, meski cuti sakit yang berulang membuat hal itu tidak pernah terjadi.
Laurence pertama kali menyampaikan kekhawatirannya secara resmi pada 2015 ke pemerintah dan Otoritas Tinggi untuk Melawan Diskriminasi. Namun, ia mengklaim hanya sedikit yang berubah.
Dia juga disarankan untuk pensiun dini karena disabilitas, tapi menurutnya ini berarti didorong untuk keluar dari dunia kerja.
Meski ide digaji tanpa susah-susah bekerja terdengar enak, namun kasus Laurence Van Wassenhove menggambarkan situasi yang lebih rumit, di mana tidak aktif berkepanjangan sama merugikannya dengan kerja berlebihan.
Selain itu, gugatan ini juga bisa memicu diskusi baru tentang persimpangan antara disabilitas, inklusi di tempat kerja, dan apa arti sebenarnya dari “memiliki pekerjaan.”












