TopCareer.id – Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa menegaskan dukungannya untuk melawan kekerasan digital terhadap perempuan dan anak, khususnya di situasi krisis dan bencana.
Komitmen ini disampaikan dalam acara Cycling Tour “16 Days of Global Activism Against Gender-Based Digital Violence” yang digelar dengan rute sepanjang 10 km dari Lapangan Parkir IRTI Monas menuju One Satrio, Sabtu (6/12/2025).
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum pada kesempatan itu juga menyinggung soal perlindungan perempuan dan anak di situasi bencana.
Hal ini dia sampaikan saat memberikan penghormatan dan mengheningkan cipta bagi para korban bencana di wilayah Sumatra dan Jawa Barat.
Menurut wanita yang biasa dipanggil Lisa itu, setiap bencana membuka fakta bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan, termasuk terhadap risiko kekerasan digital yang meningkat di masa krisis.
“Dalam situasi krisis, risiko eksploitasi, perundungan, dan pelecehan meningkat, termasuk di ruang daring,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Selasa (10/12/2025).
Baca Juga: Wamendikti Ungkap Masih Ada Kesenjangan Gender di Bidang STEM
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Denis Chaibi juga menegaskan pentingnya solidaritas lintas negara dalam menghadapi kekerasan digital terhadap perempuan dan anak. Isu ini pun semakin menonjol dalam situasi bencana atau kondisi darurat kemanusiaan.
“Setiap pesepeda mewakili komitmen untuk bertindak untuk menumbuhkan rasa hormat, memastikan ekosistem digital yang aman, dan mendengarkan aspirasi perempuan secara online maupun offline,” kata Chaibi.
Lisa menambahkan, pemerintah Indonesia kini mendorong Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, yang memperkuat pencegahan, penanganan, pendampingan, dan pemulihan korban secara terpadu.
Gerakan ini melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga pendidikan, masyarakat, serta mitra pembangunan internasional seperti Uni Eropa.
Menurut Lisa, gerakan ini bukan sekadar dokumen kebijakan, tetapi panggilan bagi seluruh elemen bangsa untuk bergerak bersama.
“Perlindungan perempuan dan anak harus hadir dalam situasi damai maupun saat bencana, baik di ruang fisik maupun ruang digital,” kata Lisa.
Baca Juga: 10 Negara Terbaik untuk Perempuan Bekerja, Swedia Posisi Pertama
Kemenko PMK pun menegaskan kolaborasi internasional ini merupakan langkah strategis untuk memastikan perempuan dan anak tetap terlindungi, terutama di tengah meningkatnya intensitas bencana yang membawa risiko berlapis, termasuk di ruang digital.
Kegiatan bersepeda ini juga menjadi bagian dari rangkaian advokasi yang lebih luas.
Sehari sebelumnya, para pakar berkumpul di Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk berbagi wawasan tentang kekerasan digital berbasis gender, sekaligus memperkuat peran mahasiswa dan calon praktisi hukum dalam penanganan isu ini.
Sejumlah perwakilan dari kementerian dan lembaga, berbagai delegasi Uni Eropa, negara-negara anggota EU, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas Bike to Work Indonesia pun ikut dalam kegiatan bersepeda itu.
Terdapat kurang lebih 300 peserta hadir dengan bersepeda membawa bendera bertema “Unite to End Digital Violence against All Women and Girls” sebagai simbol gerakan lintas negara melawan kekerasan digital.
