TopCareer.id – Ruang aman bagi perempuan pekerja jadi salah satu yang disorot Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam momen Hari Ibu ke-97 tahun 2025.
Prijadi Santoso, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO mengatakan, banyak perempuan pekerja masih mengalami kekerasan, bahkan kerap tidak terungkap.
Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena adanya relasi kuasa antara pemberi kerja dan pekerja, serta stigma terhadap korban di lingkungan kerja.
“Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, sebanyak 25,6 persen perempuan yang bekerja mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual,” kata Prijadi Rabu (10/12/2025), mengutip siaran pers, Senin (22/12/2025).
Ia menambahkan, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) juga mencatat 1.308 perempuan dewasa menjadi korban kekerasan di tempat kerja selama periode 2020–2024.
Baca Juga: Riset: Pekerjaan Perempuan Lebih Rentan Tergeser AI Ketimbang Pria
Karena itu, dalam sebagai salah satu bentuk peringatan Hari Ibu tahun 2025, Kementerian PPPA akan meluncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3), untuk melindungi perempuan pekerja, baik dari sisi hukum maupun psikologis.
RP3 diluncurkan sebagai layanan terdekat bagi pekerja perempuan untuk mendapatkan pencegahan, pengaduan, dan pendampingan atas kasus kekerasan di tempat kerja.
“RP3 tidak harus berbentuk bangunan fisik, tetapi ke depan juga akan dikembangkan dalam bentuk layanan digital agar lebih mudah dijangkau pekerja perempuan,” kata Prijadi.
“Seperti layanan kesehatan, korban tidak harus langsung ke rumah sakit besar. Yang penting ada akses pertama yang cepat, aman, dan dekat. Itulah prinsip RP3,” imbuhnya.
Selain menerima pengaduan, RP3 mengedepankan pencegahan dan pendampingan.
Petugasnya wajib berkompeten agar tidak menyalahkan korban dan mampu memberikan layanan berperspektif korban. Perlindungan tidak berhenti pada penanganan kasus saja, tapi juga memastikan korban tetap aman bekerja.
Baca Juga: Misi Peneliti Derry Tanti Dorong Lebih Banyak Perempuan Terjun di Bidang STEM dan AI
Prijadi mengatakan, peluncuran RP3 juga jadi momen untuk kembali menggaungkan kebijakan yang sensitif gender, yang sejak terbitnya Permen PPPA Nomor 1 tahun 2023, terus disosialisasikan.
“Tantangan terbesar yang kita hadapi adalah masih kuatnya budaya patriarki, yang membuat posisi perempuan sering kali lebih rendah di dunia kerja,” kata Prijadi.
Ia menyebut, ketimpangan ini terlihat jelas dari rasio partisipasi angkatan kerja yang sejak 2005 masih berada di kisaran 55 berbanding 85.
“Padahal, jika perempuan mendapat peluang yang sama, ekonomi nasional akan tumbuh jauh lebih cepat,” kata Prijadi.
Minimnya perlindungan reproduksi, diskriminasi upah, hingga terbatasnya kesempatan karier juga masih menjadi masalah. Karena itu, isu perempuan tidak boleh hanya dibebankan kepada perempuan.
“Kelompok rentan harus diperjuangkan oleh mereka yang lebih kuat—seperti halnya isu disabilitas, yang tidak hanya diperjuangkan oleh penyandang disabilitas. Prinsip yang sama berlaku bagi perempuan,” Prijadi menegaskan.
