TopCareer.id – Dalam beberapa hari terakhir, anak kereta atau anker resah dengan pemberitaan mengenai wacana subsidi KRL (Kereta Rel Listrik) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah merencanakan peningkatan subsidi Public Service Obligation (PSO) menjadi Rp 7,96 triliun.
Subsidi ini di antaranya bakal dialokasikan untuk PT KAI, yang akan dialokasikan untuk kereta api ekonomi, termasuk KRL Jabodetabek dan lain-lain.
Meski begitu, dalam keterangannya, juga termuat beberapa perbaikan yang salah satunya adalah, “penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna KRL Jabodetabek.”
Baca Juga: KAI: Jumlah Penumpang KRL Tembus 191 Juta
Kabar ini jelas membuat para pengguna KRL was-was terhadap adanya kenaikan tarif, pada mereka yang NIK-nya “tidak layak” mendapatkan subsidi.
Merespon ini, anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Toriq Hidayat mengkritik rencana tersebut. Ia mengatakan skema ini berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan yang merugikan pengguna KRL.
“Penggunaan NIK bisa menambah kerumitan dalam implementasi skema subsidi,” kata Toriq, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (2/92/2024).
Menurutnya, sistem verifikasi yang rumit dan kesalahan data NIK bisa menghambat akses masyarakat terhadap subsidi. Selain itu, dikhawatirkan juga risiko privasi dan keamanan data dalam penerapan skema ini.
Baca Juga: Tips Agar Data Pribadi Tidak Bocor di Internet
Penggunaan data NIK yang sensitif berpotensi disalahgunakan atau mengalami kebocoran, yang akan merugikan masyarakat.
“Selain itu, kami menilai skema subsidi berbasis NIK mungkin tidak cukup fleksibel menangkap dinamika sosial-ekonomi masyarakat,” ujar Toriq.
“Perubahan kondisi ekonomi masyarakat bisa membuat subsidi tidak merata dan memperlebar ketimpangan sosial di Jabodetabek,” imbuhnya.
Aleg PKS pun mengusulkan beberapa langkah yang mereka nilai lebih efektif. Pertama adalah integrasi skema subsidi dengan data kesejahteraan sosial, seperti Bansos atau PKH, sehingga subsidi lebih tepat sasaran.
“Yang lainnya, penerapan subsidi berbasis tingkat pendapatan yang lebih adil dan penguatan infrastruktur digital serta sistem verifikasi,” kata Toriq.
“Kami hanya ingin memastikan bahwa subsidi dapat diakses secara efisien dan aman oleh masyarakat yang membutuhkan,” pungkasnya.
DJKA Pastikan Belum Ada Penyesuaian Tarif KRL Jabodetabek
Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub), dipastikan belum ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat.
“Dalam hal ini, skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan,” kata Dirjen Perkeretaapian Risal Wasal dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.
Ia menyebut, rencana ini merupakan bagian dari upaya DJKA, dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran.
“Guna memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran, saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait,” kata Risal.
Selain itu, ia menambahkan, skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan.
“DJKA juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat, untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan, tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek,” ujarnya.
Dia mengklaim, diskusi publik ini akan dilakukan usai skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat.