TopCareer.id – Gen Z dan milenial yang akrab dengan pemanfaatan teknologi finansial atau fintech turut berdampak pada bergesernya pola konsumsi kaum muda Tanah Air.
Riset yang dilakukan Lokadata.id mencatat, 78 persen masyarakat Indonesia sudah memakai aplikasi fintech setiap harinya, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, hingga pembayaran digital.
Kemudahan akses dan kemampuan untuk memfasilitasi transaksi keuangan yang cepat dan efisien, jadi faktor utama pendorong tingginya adopsi fintech terutama di kelompok usia produktif seperti Gen Z dan Milenial.
Chief Data Officer Lokadata.id Suwandi Ahmad menyebut, awalnya penggunaan fintech ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sementara karena dinilai praktis.
“Ternyata makin ke sini kami makin melihat bahwa isu isu ownership makin melemah. Tidak lagi anak muda sekarang ingin membeli sesuatu, tetapi ingin membeli pengalaman,” kata Suwandi dalam temu media di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Sebagai contoh, aplikasi fintech untuk biaya travelling atau gim online oleh banyak generasi muda.
Baca Juga: 3 Tips Jaga Keamanan Akun Fintech
Namun fenomena lain yang ditemukan adalah, lebih dari 50 persen Gen Z sudah rutin melakukan perencanaan keuangan bulanan. Suwandi juga menemukan, anak muda saat ini sudah banyak yang tidak mengenal belanja bulanan.
“Belanjanya mingguan. Jadi frekuensinya makin sedikit. Intinya adalah memecah angka yang besar menjadi kecil meskipun secara nominal akan lebih mahal,” kata Suwandi.
Temuan lainnya adalah, rata-rata anak muda saat ini sudah dapat memecah antara kebutuhan tabungan dan investasi.
“Mereka memilih memisahkan mana yang untuk tabungan, mana yang untuk investasi. Tidak ditaruh di dalam satu keranjang,” ujarnya.
Bank digital jadi salah satu aplikasi fintech yang banyak dipakai kaum muda untuk membantu mengelola keuangan, dengan angkanya mencapai 73 persen.
Salah satu fitur yang banyak ditemukan di bank digital saat ini adalah untuk memisahkan antara tabungan, kebutuhan-kebutuhan tertentu, hingga investasi, seperti yang juga ada di bank digital BCA, Blu.
Head of Growth & Acquisition PT Bank Digital BCA Albert Kurniawan mengatakan, Blu sudah memiliki fitur-fitur untuk budgeting, investasi untuk reksadana, kripto, sehingga jadi satu tempat untuk mengelola keuangan.
“Ini yang disukai sama digital savvy, ini yang disukai sama Gen Z,” kata Albert.
Baca Juga: Tips Mengelola Keuangan Biar Masa Tua Tenang
Albert mencontohkan, fitur BluSaving misalnya, memungkinkan seseorang untuk membuat hingga 20 tabungan dalam satu rekening, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan mulai dari transportasi, healing, hingga skincare.
Fitur lainnya adalah BluGether, di mana layanan ini bisa memfasilitas patungan dengan orang lain.
Layanan fintech lain yang banyak digunakan kaum muda adalah Buy Now Pay Later (BNPL). Data Lokadata.id menyebut, 67 persen pengguna fintech sudah memanfaatkan layanan ini.
Faktor yang mendorong penggunaan adalah keterbatasan dana tunai dan penawaran promosi khusus. Durasi cicilan paling populer adalah antara 1 hingga 3 bulan, yang mencerminkan keinginan untuk menyelesaikan utang dengan cepat.
Direktur PT Indodana Multi Finance Iwan Dewanto mengatakan, BNPL menjadi game changer di kalangan muda, karena memberikan fleksibilitas dalam berbelanja.
Berbagai Kekhawatiran di Tengah Ramainya Penggunaan Fintech
Meski begitu, kata Iwan, peningkatan literasi keuangan masih dibutuhkan agar seseorang tidak terjebak dalam utang berlebihan.
Hal ini juga terkait dengan beberapa kekhawatiran terkait tren digitalisasi seperti doom spending, kurangnya literasi keuangan, hingga perlindungan data pribadi.
Tercatat, hanya 32 persen Gen Z yang memahami secara baik definisi bank digital dan perlindungan data pribadi, di mana pengguna BNPL menyuarakan kekhawatiran terkait hal ini.
Baca Juga: Tips Hindari Risiko Kerugian Saat Gunakan Layanan Fintech
Kekhawatiran lain adalah risiko gagal bayar. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, pembiayaan konsumtif melalui skema BNPL melonjak hingga 89,20 persen yoy dengan, nilai mencapai Rp 7,99 triliun pada Agustus 2024.
Namun, Non-Performing Financing (NPF) tetap terkendali di angka 2,52 persen. Iwan pun menegaskan, meski pertumbuhan BNPL sangat pesat, penting untuk menjaga keseimbangan.
“Kolaborasi antara regulator, penyedia layanan, merchant, asosiasi, dan konsumen sangat penting untuk menciptakan ekosistem fintech yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia,” kata Iwan dalam kesempatan yang sama.
“Kami di Indodana sebagai penyedia layanan berupaya memastikan bahwa pengguna tidak melebihi batas kemampuan finansial mereka dengan memberikan batasan kredit yang disesuaikan dengan pendapatan,” imbuhnya.
Baca Juga: Sudah di Level Financial Freedom? Coba Kenali Dulu 7 Tingkatannya
Selain itu, Albert menambahkan, kolaborasi antara fintech, bank digital, dan institusi keuangan lainnya sangat penting untuk membangun ekosistem yang sehat di Indonesia.
Untuk menjaga agar fintech tetap menjadi solusi keuangan yang aman dan berkelanjutan bagi masyarakat, penting bagi semua pihak dalam ekosistem ini untuk menjalankan perannya masing-masing.
Suwandi mengatakan, fintech harus terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun tidak boleh lepas dari tanggung jawab demi menjaga ekosistem keuangan yang sehat.
“Kita perlu memahami kemana arah perilaku konsumen bergerak dan memastikan bahwa setiap inovasi tidak hanya menawarkan kemudahan, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat,” pungkasnya.