Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Friday, December 27, 2024
idtopcareer@gmail.com
Lifestyle

Kebalikan FOMO, Apa Itu JOMO?

Ilustrasi negara dengan kualitas hidup yang baik. (Sumber foto: freepik.com)Ilustrasi negara dengan kualitas hidup yang baik - bahagia. (Sumber foto: freepik.com)

TopCareer.id – Jika selama ini media sosial akrab dengan istilah FOMO atau Fear of Missing Out (FOMO), belakangan JOMO atau Joy of Missing Out, jadi tren dan disebut-sebut sebagai “penawar” dari FOMO.

FOMO berarti rasa takut ketinggalan momen, informasi, tren, atau hal-hal lain. Sementara JOMO adalah kebalikannya.

Menurut Forbes, seperti dikutip dari NDTV, Selasa (5/11/2024), istilah ini dikemukakan oleh seorang pengusaha Amerika Serikat bernama Anil Dash, melalui sebuah unggahan di blog-nya pada 2012.

Ia menemukan istilah tersebut setelah menjadi seorang ayah, dan sadar dirinya kehilangan banyak hal dalam sebulan setelah kelahiran putranya.

Baca Juga: FOMO dan YOLO Bikin Gen-Z dan Milenial Rentan Terjebak Pinjol

Menurut psikolog Susan Albers, JOMO atau perasaan senang saat melewatkan sesuatu, bukanlah konsep baru.

“Arti dari JOMO sebenarnya adalah merangkul gagasan untuk sekadar menemukan kegembiraan dan kepuasan, untuk tidak ikut serta atau kehilangan aktivitas, dan memprioritaskan perawatan diri sendiri,” kata Albers, seperti dikutip dari Cleveland Clinic.

“Ini membantu karena benar-benar memberi fokus yang lebih besar pada pilihan sadar apa yang ingin Anda ikuti, bukan apa yang membuat Anda merasa tertekan untuk ikut serta,” imbuhnya.

Baca Juga: OJK Ingatkan Anak Muda Waspadai Fenomena Doom Spending

Menurut Albers, JOMO memungkinkan seseorang untuk jujur dan menjadi diri sendiri, tentang apa yang benar-benar ingin dilakukan dan apa yang dihargai.

Albers mengatakan, media sosial menjadi penyebab meningkatnya orang-orang yang merasa FOMO. Maka dari itu, menjauhi media sosial bisa jadi salah satu cara untuk menghindarinya.

“JOMO adalah tentang lebih berfokus pada kualitas dari apa yang Anda lakukan daripada kuantitasnya,” kata Dr. Albers. “Ketimbang mengikuti semuanya, Anda benar-benar berfokus pada aktivitas atau hubungan yang sangat berarti bagi Anda.”

Leave a Reply