Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tuesday, December 3, 2024
idtopcareer@gmail.com
Sosok

Uti Nilam Sari, Dokter Alumni LPDP yang Jadi Pionir Medical Illustrator di RI

Uti Nilam Sari menjalani profesi di bidang Medical Illustration. (Dok. LPDP)

TopCareer.id – Profesi medical illustrator mungkin terdengar asing buat masyarakat Indonesia. Namun, pekerjaan ini sebenarnya sudah diemban oleh seorang dokter wanita bernama Uti Nilam Sari.

Dokter Uti Nilam Sari sendiri merupakan salah satu orang pertama yang mendapatkan beasiswa LPDP (PK-001). Ia juga menjadi yang paling awal menyandang profesi medical illustrator di Indonesia, dan lulus dari program terakreditasi dunia.

Dikutip dari laman resmi LPDP, Uti sebenarnya lebih suka kegiatan menggambar dan desain. Namun, permintaan dan dorongan orang tua membuatnya menentukan jurusan kuliah ke kedokteran.

Uti pun menjalani praktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Menurutnya, tantangan kuliah kedokteran benar-benar nyata. Untungnya, dia masih memiliki hasrat di bidang desain dan teknologi.

Baca Juga: Mengenal Profesi Dokter Okupasi yang Ngurusin Kesehatan Pekerja

“Tapi Alhamdulillah ketemu caranya. Karena aku itu sangat passionate di design and technology, ketika menjalani kuliah, aku suka kayak mengerjakan desain itu secara for free sebenarnya, untuk menjaga kewarasan lah kira-kira seperti itu,” kata Uti, dikutip Selasa (5/11/2024)

“‘Photoshop’ tuh udah jadi kayak jalan ninjaku gitu lah kira-kira,” imbuhnya.

Saat menjalani harinya sebagai asisten penelitian di Rumah Sakit Kanker Dharmais, ia merasa resah banyak orang yang baru berobat setelah penyakitnya telah mengganas dan menggerogoti butuh.

“Dan itu menyadarkan bahwasanya kita sebenarnya perlu edukasi kesehatan publik yang lebih baik, dan I think kayak secara visual itu sangat bisa ditolong,” kata Uti.

Baca Juga: Wamenkes: Indonesia Masih Kekurangan 120 Ribu Dokter Umum

Uti juga merasa bahwa buku-buku waktu dia kuliah kedokteran, memiliki ilustrasi yang seadanya, atau mencatut dari luar dengan kualitas yang sangat terbatas.

“Dan aku tahu sebenarnya secara visual itu kita dapat memberikan informasi yang lebih daripada hanya teks,” katanya.

Uti mengatakan, perkembangan ilmu kebumian ditopang oleh pemetaan, begitu pula denga tubuh manusia. Kualitas pendidikan ilmu kedokteran juga perlu ditopang oleh referensi yang dapat disajikan secara visual dan akurat.

Ia pun ingin Indonesia punya buku yang jadi inspirasinya seperti “Atlas of Human Anatomy” dari Frank H. Netter.

“Aku bermimpi sebenarnya, gimana caranya aku menjadi Netter-nya Indonesia? Gimana caranya aku nanti create buku sebagus beliau punya?” katanya.

Putuskan Ambil Bidang Ilustrasi Medis

Uti pun memutuskan untuk mengambil bidang ilustrasi medis, yang mungkin saat itu belum pernah ada di Indonesia.

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, program khusus ilustrasi medis sudah berkembang lebih dari 110 tahun. Sepengetahuan Uti, belum ada orang Indonesia yang menempuh pendidikan formal di bidang ini.

Dia pun menjatuhkan pilihannya ke program Medical Visualisation and Human Anatomy yang merupakan hasil kolaborasi University of Glasgow dan The Glasgow School of Art.

Saat itu, informasi beasiswa LPDP tidaklah seperti sekarang yang mudah untuk dicari.

Kabar mengenai beasiswa LPDP datang dari suaminya, Mohamad Sani yang akhirnya menjadi Awardee LPDP (PK-005) di S2 Mobile Design and Engineering di kampus yang sama, University of Glasgow.

Baca Juga: Pesan Menkeu ke Penerima LPDP: Jangan Jumawa

Pasangan ini akhirnya berangkat dan melanjutkan studinya bersama-sama di Skotlandia.

Namun di luar negeri, ketika Uti tengah menyusun tesis, Sani harus didiagnosis kanker. Ia pun tetap menuntaskan tanggung jawab pendidikannya, sembari tetap mendampingi dan merawat sang suami menjalani pengobatan, operasi, hingga kemoterapi.

Pulang dari Skotlandia sebagai lulusan program medical illustrator, Uti tak langsung mendapatkan ruang untuk berkarier. Bahkan, ia mengatakan responnya hampir nihil.

“Tapi aku berpikir bahwasanya tetap harus dimulai, sehingga aku selanjutnya memperkenalkan diri sebagai freelance illustrator medis di samping pekerjaan utamaku,” kata Uti.

Bangun Bisnis Sendiri

Dari satu klien yang kemudian menjadi banyak, Uti lalu berinisiatif membangun lini bisnisnya sendiri yang dia beri nama Medimedi (Medical Media).

Perusahaannya bergerak untuk melayani pembuatan visual media untuk kesehatan, dengan tim kecil yang mempunyai keahlian dalam mengintegrasikan pengetahuan saintifik, visual art, dan teknologi digital.

“Kita harus (membuat) ‘medically approved‘ dan harus ‘visually attracting‘. Dokter yang paham juga tentang teknologi dan art, dan anak-anak art dan tech yang mau dengerin dari sisi medisnya, nah itu jadi tektokan aja kerjanya di antara mereka.” kata Uti.

Pertama kali diinisiasi di 2015, Uti kemudian menambah tim dan beralih mengambil peran strategis sebagai entrepreneur. Medimedi kemudian beroperasi sebagai entitas bisnis sejak tahun 2018.

Perusahaan yang awalnya mengerjakan pesanan ilustrasi medis berbentuk gambar, berkembang menjadi animasi dan video, dan kini berkembang ke arah teknologi Extended Reality (XR).

Medimedi pun bertekad untuk terus berinovasi dan menebarkan manfaatnya ke cakupan yang lebih luas, dengan misi jangka pendek dan menengah untuk membangun pusat pembelajaran kesehatan imersif yang didukung tutor dan pasien virtual berbasis AI.

Leave a Reply