TopCareer.id – Semakin maju teknologi kecerdasan buatan (AI) membuat banyak orang makin bertanya-tanya soal masa depan di dunia kerja. Bukan hanya pekerja perkantoran maupun teknisi, mahasiswa pun mulai bertanya-tanya: apakah kita dapat bersaing langsung dengan mesin?
Di zaman modern, perkembangan AI semakin mengalahkan kercedasan manusia, terutama di kalangan pelajar. Mahasiswa pun terbiasa menggunakan alat seperti ChatGPT, Gemini, Copilot, hingga OpenAI untuk membantu pekerjaan mereka sehari-hari.
Namun, apakah mereka siap menghadapi masa depan, atau justru sebaliknya?
Mahasiswa sudah familiar dengan AI
Menurut survei Edutech Insight (2025), 82 persen pelajar di Indonesia sering menggunakan aplikasi yang berbasis AI untuk membantu tugas kuliah mereka sehari-hari. Bahkan, 67 persen dari mereka lebih produktif sejak mengenal teknologi ini. Mulai dari membuat presentasi, rangkuman, menjawab soal pilihan ganda atau esai, hingga tugas akhir (skripsi).
“AI membuat semuanya lebih cepat, apalagi untuk pelajaran yang menggunakan hafalan. Tetapi terkadang malah membuat kita tidak memahami isinya,” kata Nezea (20), mahasiswi jurusan Komunikasi di Universitas London School Public Relation.
Baca Juga: Riset: Pekerjaan Perempuan Lebih Rentan Tergeser AI Ketimbang Pria
Tetapi di balik itu semua, muncul ketergantungan untuk menggunakan teknologi ini. Banyak dosen mulai menyadari bahwa hasil tugas yang dikerjakan oleh para mahasiswa terlalu rapi karena menggunakan AI. Oleh karena itu, mahasiswa perlu dibekali kemampuan dalam memahami, karena AI bukan alat untuk pengganti cara proses berpikir kita.
“AI memang sangat membantu dalam perkuliahan mahasiswa, tetapi kami sebagai pengajar ingin mahasiswa lebih bijak dalam penggunaannya. Artinya, mahasiswa tetap dituntut untuk berpikir secara kreatif dan inovatif dengan pola pikir yang dinamis,” ujar Dosen Komunikasi LSPR, Muhammad Iqbal Darmawan.
Dunia Kerja Tidak Sama Lagi
Perkembangan teknologi AI tidak hanya mempengaruhi cara mahasiswa belajar, melainkan mengubah wajah dunia kerja. Banyak sektor pekerjaan yang awalnya sangat mengandalkan keterampilan manusia, sekarang sudah digantikan AI.
World Economic Forum mencatat bahwa 44 persen keterampilan kerja saat ini , kemungkinan besar tergantikan dengan mesin untuk lima tahun kedepan. Mesin tersebut mencakup pekerjaan teknis seperti input data, penulisan laporan, analisis, maupun pemograman.
Artinya saat mahasiswa lulus nanti, mereka tidak hanya bersaing dengan sesama pencari kerja, melainkan dengan sistem yang dapat melakukan pekerjaan tanpa mengenal lelah, cepat, dan minim kesalahan.
Keterampilan manusia tetap krusial
Di zaman modern, meski AI berkembang secara pesat, tidak semuanya dapat dikerjakan dengan mesin. Cara berpikir kreatif, cerdas, kerja sama tim maupun mengambil keputusan masih dibutuhkan di berbagai dunia pekerjaan.
Perusahan masih melihat bahwa keberhasilan kerja pada waktu jangka panjang tidak hanya bergantung pada efiensi teknologi itu sendiri, melainkan pada keberhasilan orang dalam beradaptasi serta menyelesaikan masalah . Kemampuan soft skill tetap diutamakan dalam proses pendidikan tinggi.
Baca Juga: Bisa Jadi Teman Diskusi, AI Lebih Diandalkan Ketimbang Rekan Kerja?
Kurikulum perlu menyesuaikan
Dalam penerapan pembelajaran di kalangan mahasiswa, masih banyak kampus yang belum memiliki pendeketan yang memadai dalam mempersiapkan mahasiswanya untuk menghadapi era digital . Menurut laporan dari Digital Education Watch 2025, sebanyak 27 persen perguruan tinggi di Indonesia telah menyelaraskan AI dan etika digital dalam kurikulum mereka.
Tanpa sepengetahuan yang mendalam tentang bagaimana AI bekerja dan cara menggunakannya secara etis, Mahasiswa bisa menjadi pengguna pasif yang hanya mengandalkan teknologi AI.
AI bukan pengganti tapi mitra
Kita melihat AI jangan dilihat sebagai ancaman, melainkan alat pembantu dalam proses belajar dan kerja. Oleh sebab itu, pengguna harus menggunakannya secara bijak. Dengan banyaknya tantangan yang dihadapi mahasiswa dalam proses belajar, AI bisa menjadi mitra untuk berpikir lebih mendalam, serta menunjang proses pembelajaran.
Pengguna AI dalam dunia perkuliahan seharusnya disertai kesadaran yang penuh tanggung jawab. Mahasiswa semestinya dapat menyeimbangkan antara teknologi dengan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin maju.
Penulis adalah Brigitta Claudia Kriscahyo, mahasiswa jurusan Public Relation di LSPR Institute of Communication and Business