Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Profesional

Banyak Pekerja Alami ‘Quiet Cracking’, Apa Itu?

investasi bodongFoto Ilustrasi korban penipuan lowongan kerja (Dok. Fit for Work)

TopCareer.id – Tak cuma tren quiet quitting di kalangan pekerja, pemberi kerja kini juga harus menghadapi fenomena “quiet cracking.”

Menurut Frank Giampietro, Chief Well-Being Officer EY Americas, “quiet cracking” adalah saat ketika pekerja melakukan tugas-tugasnya, namun diam-diam melakukannya dengan penuh perjuangan.

“Apa yang kita lihat di pasar belakangan ini adalah banyak orang sebenarnya tetap bekerja dengan pemberi kerja mereka saat ini, tapi tidak benar-benar berkembang di tempat kerja,” katanya, dikutip dari Business Insider, Selasa (19/8/2025).

Giampietro mengatakan, hal ini disebabkan kondisi pasar kerja, di mana banyak pekerja enggan meninggalkan pekerjaannya walau tidak bahagia, akibat ketidakpastian ekonomi.

“Banyak orang sebenarnya merasa terjebak di tempatnya berada, bukan karena mereka benar-benar memilih untuk tetap di sana, tapi karena mereka tidak punya pilihan lain yang lebih baik,” kata Giampietro.

Baca Juga: Quiet Quitting: Fenomena Baru di Dunia Kerja Profesional

Akibatnya, keterlibatan dan kepuasan karyawan rendah, moral rusak, produktivitas menurun, dan berujung pada burnout.

Menurut Gallup, keterlibatan karyawan secara global pada bulan April tahun lalu menurun dari 23 persen menjadi 21 persen.

Laporan ini memperkirakan, dampaknya adalah kerugian ekonomi global sekitar 438 miliar dolar dalam bentuk hilangnya produktivitas. Angka itu menjadi penurunan kedua dalam 12 tahun terakhir, setelah 2020.

Promosi juga makin sulit didapat karena perubahan sistem penilaian kinerja, pemberlakukan wajib kerja di kantor, serta PHK massal.

Ditambah ketidakpastian ekonomi dan pergeseran budaya kerja yang lebih keras di industri, membuat pekerja jadi takut untuk pindah kerja, meskipun mereka menemukan lowongan yang menarik.

Dengan kata lain, ada “sekelompok besar orang yang mengatakan mereka stres hampir sepanjang waktu dan banyak di antaranya mungkin sedang mengalami burnout atau hampir mengalaminya.”

Baca Juga: Kerja Berlebihan? Ini 6 Tips Atasi ‘Burnout’

Giampietro menambahkan, tanda-tanda quiet cracking bisa terlihat mirip dengan gejala burnout, meski tidak selalu seberat itu.

Menurutnya, mungkin saja akan ada gejala fisik seperti karyawan lebih sering sakit, lelah, atau mengeluh sakit kepala. Sementara, tanda-tanda pada performa akan lebih samar.

Giampietro mencontohkan, pekerja yang biasanya berprestasi mungkin tidak lagi memberikan hasil seperti biasanya, atau orang yang biasa ceria mungkin akan jauh lebih murung.

Intinya adalah mencari perubahan dalam pola perilaku yang biasanya Anda lihat dalam anggota tim Anda.

Giampietro mengatakan, jika terlihat perubahan semacam itu, jangan langsung berasumsi itu masalah kinerja. Sebaliknya, coba ajak bicara karyawan tersebut untuk melihat bagaimana masalahnya bisa diatasi.

Leave a Reply