Topcareer.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan sikap Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/11/HK.4/x/2020 tertanggal 26 Oktober 2020, di mana menetapkan upah minimum 2021 tidak berubah.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi perlawanan buruh akan semakin mengeras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja.
“Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (27/10/2020).
Menurutnya dia, seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, dengan menetapkan adanya kenaikan upah minimum 2021.
Baca Juga: 150 Ribu Karyawan Batal Dapat Subsidi Upah Tahap IV
Tetapi bagi perusahaan yang tidak mampu, kata dia, maka dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kemenaker.
“Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat,” tegas Iqbal.
KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia akan melakukan aksi nasional besar-besaran di 24 propinsi pada 2 November dan 9 sampai 10 November 2020 yang diikuti hingga ratusan ribu buruh di Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR RI, dan di kantor gubernur di seluruh Indonesia dengan membawa isu batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan kenaikan upah minimum 2021.
Sebelumnya, KSPI menyebut 4 alasan mengapa upah minimum 2021 harus naik.
Pertama, jika upah minimum tidak naik, kata Said Iqbal, hal ini akan membuat situasi semakin panas. Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Di mana seiring dengan penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik. Sehingga aksi-aksi akan semakin besar.
Kedua, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Bandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000.
“Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen,” jelas Said Iqbal.
Ketiga, bila upah minimum tidak naik maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi. Pada akhirnya berdampak negatif untuk perekonomian.
Keempat, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dia meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional.**(RW)