Topcareer.id – Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi membuat tantangan baru bagi dunia ketenagakerjaan. Ada sejumlah transformasi dari gaya lama ke gaya baru untuk bisa menyesuaikan diri. Beberapa tantangan ketenagakerjaan itu dibeberkan oleh Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri.
Dalam acara Idea Fest pada Sabtu (5/10/2019) di JCC, Senayan, Menteri Hanif menjabarkan soal tantangan terbesar yang dihadapi dunia ketenagakerjaan Indonesia. Tantangan pertama yang disebutkannya, yakni ekosistem ketenagakerjaan yang dinilai masih kaku.
Ia mencontohkan terkait jam kerja yang belum fleksibel serta partisipasi perempuan di pasar kerja masih terbilang rendah. Hanif menyebut angka sekitar 50 persen untuk pekerja perempuan, dibanding pekerja laki-laki yang bisa mencapai kisaran 80 persen.
“Ya, mungkin karena faktor nilai-nilai dan kebudayaan di Indonesia. Perempuan harus selalu memilih, antara mengurus rumah tangga atau karier. Untuk mem-balance 2 hal itu sulit. Nggak ada fleksibilitas, kerja harus 40 jam seminggu, 8 jam sehari,” jelas Hanif.
Tantangan berikutnya soal ketenagakerjaan di Indonesia, yakni ketersediaan sumber daya manusia dengan skill terasah. Menurutnya, sulit mencari tenaga kerja dengan skill mumpuni, meski Indonesia punya 136 juta angkatan kerja.
Malah mirisnya, Hanif menyebut, setidaknya hanya ada perbandingan 2 dari 10 angkatan kerja (136 juta) yang memiliki pendidikan baik dan skill sesuai dengan kebutuhan kerja.
“Bicara SDM itu berarti bicara kualitas, kuantitas dan juga bicara persebarannya. Kalau bicara kualitas, Indonesia top lah. Saya menyaksikan anak-anak Indoneisa luar biasa. Juara di bidang-bidang yang keren. Pertanyaannya yang hebat-hebat seperti itu berapa orang?”
Yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, kata Hanif, memperbaiki skill lewat pelatihan vokasi. Kemudian mencoba memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan agar bisa nyambung antara input SDM dengan ketersediaan lapangan pekerjaannya.
“Kalau bicara pendidikan vokasi, orientasinya selalu dua. Satu untuk membantu mereka masuk ke pasar kerja dengan skill yang relevan dan kebutuhan industri. Yang kedua menjadi instrumen bagi mereka untuk memulai wirausaha.”