Bos media dan kebangkitan setelah 1998
Tidak hanya di bisnis properti, Pak Ci juga turut membidani kelahiran media berpengaruh negeri ini. Pada awal 1970-an, ketika majalah Express berhenti terbit, ia menampung bekas wartawan di sana dan mendirikan majalah Tempo melalui Yayasan Jaya Raya yang dipimpinnya.
Selain Tempo, Ciputra juga turut andil mendirikan harian Bisnis Indonesia, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan serta tabloid Bintang Indonesia.
Alberthine Endah menulis, Pak Ci telah melewati banyak ujian di tengah gelombang kesuksesan dan semangat kerjanya. Kejatuhannya kala Krisis Moneter 1997-1998 sangatlah pahit. Pada Alberthiene Pak Ci saat itu mengatakan, supirnya bahkan lebih kaya dari dirinya karena ia dibelit hutang yang unbelievable.
“Tapi dasarnya orang tangguh, ia sanggup bangkit kembali dan berkembang lebih besar,” tulis Alberthiene.
Ciputra sendiri memaknainya sebagai berkah Tuhan. Begitu baiknya Tuhan pada dirinya, kata Ciputra, ia tidak mengalami nasib malang seperti yang menimpa sejumlah konglomerat. Ketika pecah krisis ekonomi pada 1998 itu, berbagai proyek propertinya memang juga ikut terpuruk, namun ia dan perusahaan-perusahaannya tidak sampai terjerat kasus hukum. Saat para taipan yang lain sibuk berurusan dengan polisi dan kejaksaan, Pak Ci memilih jalan berunding dengan para obligor.
Kini Ciputra dan berbagai perusahaannya telah menggurita kembali.
Mengutip Forbes, Ciputra menjadi orang terkaya dunia nomor 1.941. Sedangkan di Indonesia, ia menduduki peringkat ke-27 orang terkaya. Saat ini, harta kekayaannya mencapai USD 1,3 miliar atau kurang lebih Rp 18,32 triliun dengan estimasi kurs 14.095 per dolar AS.
Ia mengepalai salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia dengan proyek yang tersebar di 33 kota. Gelar Bapak Properti Indonesia layak ia sandang.
Di usia senja, ia aktif di berbagai kegiatan sosial maupun keagamaan. Ia aktif memberi ceramah rohani di berbagai tempat dan kesempatan. “Nilai-nilai Konghucu, Kristen dan Indonesia menjadi bagian dalam diri saya,” katanya dikutip pada 2004. Tak luput juga ia menularkan jiwa entrepreneurship pada generasi penerus. Pada 2006 ia mendirikamn Universitas Ciputra di Surabaya, Jawa Timur. Perguruan tinggi fokus pada pendidikan entrepreneurship.
Baca juga: Jago Basket? Raih Beasiswa dari Universitas Ciputra
Sewaktu menulis kisah hidupnya, Alberthiene punya satu tujuan di kepalanya: Indonesia harus belajar banyak dari seorang Ciputra. “Ia berhasil maju dan sukses karena kekuatan mimpi tapi merealisasikannya tidak hanya dengan bermimpi. Ia konkret kerja keras. Konkret merasakan pahit getir membangun usaha,” katanya.
Ia selalu ingat apa yang dikatakan Pak Ci padanya, “Melakukan suatu hal baik dengan hasil baik, niscaya akan membawamu pada pencapaian baik. Dan, jangan malas belajar. Ilmu dan pendidikan akan membuatmu duduk sejajar dengan orang hebat, terpandang, jaya.”
Pesan itu juga harus kita ingat. Selamat jalan, Pak Ci.*