TopCareerID

Mengenang Ciputra, Begawan Properti Indonesia (1931-2019)

Ir Ciputra. (dok. Istimewa)

Topcareer.id – Indonesia kembali kehilangan seorang sosok besar. Pengusaha Ir Ciputra meninggal di Singapura, saat hari baru berganti tanggal menjadi Rabu, 27 November 2019. Ia tutup usia meninggalkan banyak warisan untuk dikenang bagi negeri ini.

Di antaranya berbagai bangunan yang ia turut andil mendirikannya. Yang paling kentara adalah kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol di utara Jakarta yang ia bangun lewat bendera PT Pembangunan Jaya. Di dalamnya, hingga kini kita bisa menikmati Dunia Fantasi, Sea World dan macam-macam lagi.

Ketika mulai didirikan akhir 1960-an, PT Pembangunan Jaya cuma dikelola lima orang. Kantornya menumpang kamar kerja Pemda DKI Jakarta Raya. Dua puluh tahun kemudian Pembangunan Jaya Group punya 20 anak perusahaan dan 14 ribu karyawan.

Baca juga: Pengusaha Ciputra Meninggal Dunia Di Singapura

Belakangan, Ciputra membentuk holding company dengan nama Ciputra Group. Ia membangun ribuan rumah dan puluhan mall, termasuk mengarsiteki kawasan Bumi Serpong Damai, Pantai Indah Kapuk, mall Citraland, Ciputra World dan lain-lain. Sampai 2004, seperti dicatat biografi singkatnya yang ditulis Pusat Data dan Analisa Tempo (PDAT), ia telah membidani 10 kota satelit.

Masa kecil yang getir

Masa kanak-kanak Ciputra sengsara. Lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam sampai delapan tahun, Ciputra diasuh tante-tantenya dengan keras. Ia selalu kebagian pekerjaan yang berat atau menjijikkan, misalnya membersihkan tempat ludah. Tetapi, tiba menikmati es gundul (hancuran es diberi sirop), tante-tantenyalah yang lebih dahulu mengecap rasa manisnya.

Namun, kini masa kecil yang getir dimaknainya punya hikmah tersendiri. “Justru karena asuhan yang keras itu, jiwa dan pribadi saya seperti digembleng,” kata pria yang akrab disapa Pak Ci itu oleh kolega dan anak buahnya suatu kali.

Pada usia 12 tahun Ciputra menjadi yatim. Waktu itu Jepang tengah mengusai bumi pertiwi. Oleh tentara Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, ditangkap lantaran dituduh anti-Jepang. Sang ayah meninggal dalam penjara. “Lambaian tangan ayah masih terbayang di pelupuk mata, dan jerit ibu tetap terngiang di telinga,” tuturnya sendu.

“Sampai sekarang, keluarga saya tidak tahu di mana ayah dikubur,” katanya lagi.

Sejak itu, Ciputra mengaku menggantikan peran ayahnya sebagai kepala rumah tangga. Untuk mencukupi biaya hidup keluarga, mantan atlet pelari jauh yang sempat ikut PON ke-2 di Jakarta ini pun tak segan-segan bertani dan memburu babi hutan.

Dalam catatan di Facebook Alberthiene Endah yang menulis kisah hidup Ciputra, ditulis, Pak Ci satu-satunya anak muda berdarah Tionghoa yang mampu berlari melebihi kecepatan pelari pribumi asli saat itu. “Sampai ia dikirim bertanding ke PON di awal 1950-an. Bisa bersalaman dengan Bung Karno dan menyukai Coca Cola dari istana,” tulis Alberthiene.

Menamatkan SMP dan SMA di Sulawesi, Ciputra diterima di Jurusan arsitektur ITB. Di Kota Kembang ini, ia membiayai hidup dan kuliah sendiri. “Padahal kalau minta ke ibu pasti dikasih,” ujar Ciputra.

Saat kuliah Ciputra memang sudah bisa cari uang sendiri. Di tingkat IV, ia bersama dua temannya mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan–berkantor di sebuah garasi. Saat itu ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika sekolah SMA di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. “Kami belum punya rumah (waktu awal menikah). Kami berpindah-pindah dari losmen ke losmen,” tutur Dian suatu kali pada 1980-an.

Ir Ciputra

Pengusaha properti

Dalam biografi singkatnya di buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986 terbitan majalah Tempo ditulis, Ciputra dikenal sebagai pengusaha properti yang melakukan pendekatan terhadap pembangunan rumah dan lingkungan cukup manusiawi. Sebuah rumah, katanya, harus menciptakan suasana yang baik bagi penghunian dan pembinaan keluarga.

Ia juga menggagaskan pembangunan kota yang lengkap dengan pusat rekreasi, kegaitan sosial, sarana pendidikan, perdagangan, industri dan tempat tinggal–ala zaman Romawi. Di Indonesia, katanya, hanya Medan dan Bandung yang dirancang seperti itu.

Kendati begitu, Pantai Indah Kapuk (PIK) yang ia bidani pula kelahirannya biang keladi penghancuran habibat hutan bakau dan puluhan satwa di hutan lindung Muara Angke, dan menjadi biang keladi banjir besar yang melanda Jakarta awal 2002. Ciputra dituding melanggar janji, paadahal sepuluh tahun sebelumnya ia pernah bilang akan menanam lebih banyak bakau dan ketapang, membangun hutan lindung, danau air payau dan santuary burung-burung.

Bos media dan kebangkitan setelah 1998

Tidak hanya di bisnis properti, Pak Ci juga turut membidani kelahiran media berpengaruh negeri ini. Pada awal 1970-an, ketika majalah Express berhenti terbit, ia menampung bekas wartawan di sana dan mendirikan majalah Tempo melalui Yayasan Jaya Raya yang dipimpinnya.

Selain Tempo, Ciputra juga turut andil mendirikan harian Bisnis Indonesia, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan serta tabloid Bintang Indonesia.

Alberthine Endah menulis, Pak Ci telah melewati banyak ujian di tengah gelombang kesuksesan dan semangat kerjanya. Kejatuhannya kala Krisis Moneter 1997-1998 sangatlah pahit. Pada Alberthiene Pak Ci saat itu mengatakan, supirnya bahkan lebih kaya dari dirinya karena ia dibelit hutang yang unbelievable.

“Tapi dasarnya orang tangguh, ia sanggup bangkit kembali dan berkembang lebih besar,” tulis Alberthiene.

Ciputra sendiri memaknainya sebagai berkah Tuhan. Begitu baiknya Tuhan pada dirinya, kata Ciputra, ia tidak mengalami nasib malang seperti yang menimpa sejumlah konglomerat. Ketika pecah krisis ekonomi pada 1998 itu, berbagai proyek propertinya memang juga ikut terpuruk, namun ia dan perusahaan-perusahaannya tidak sampai terjerat kasus hukum. Saat para taipan yang lain sibuk berurusan dengan polisi dan kejaksaan, Pak Ci memilih jalan berunding dengan para obligor.

Kini Ciputra dan berbagai perusahaannya telah menggurita kembali.

Ir Ciputra (dok. Istimewa)

Mengutip Forbes, Ciputra menjadi orang terkaya dunia nomor 1.941. Sedangkan di Indonesia, ia menduduki peringkat ke-27 orang terkaya. Saat ini, harta kekayaannya mencapai USD 1,3 miliar atau kurang lebih Rp 18,32 triliun dengan estimasi kurs 14.095 per dolar AS.

‬Ia mengepalai salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia dengan proyek yang tersebar di 33 kota. Gelar Bapak Properti Indonesia layak ia sandang.

Di usia senja, ia aktif di berbagai kegiatan sosial maupun keagamaan. Ia aktif memberi ceramah rohani di berbagai tempat dan kesempatan. “Nilai-nilai Konghucu, Kristen dan Indonesia menjadi bagian dalam diri saya,” katanya dikutip pada 2004. Tak luput juga ia menularkan jiwa entrepreneurship pada generasi penerus. Pada 2006 ia mendirikamn Universitas Ciputra di Surabaya, Jawa Timur. Perguruan tinggi fokus pada pendidikan entrepreneurship.

Baca juga: Jago Basket? Raih Beasiswa dari Universitas Ciputra

Sewaktu menulis kisah hidupnya, Alberthiene punya satu tujuan di kepalanya: Indonesia harus belajar banyak dari seorang Ciputra. “Ia berhasil maju dan sukses karena kekuatan mimpi tapi merealisasikannya tidak hanya dengan bermimpi. Ia konkret kerja keras. Konkret merasakan pahit getir membangun usaha,” katanya.

Ia selalu ingat apa yang dikatakan Pak Ci padanya, “Melakukan suatu hal baik dengan hasil baik, niscaya akan membawamu pada pencapaian baik. Dan, jangan malas belajar. Ilmu dan pendidikan akan membuatmu duduk sejajar dengan orang hebat, terpandang, jaya.”

Pesan itu juga harus kita ingat. Selamat jalan, Pak Ci.*

Exit mobile version