Topcareer.id – Saat ini bisnis jasa titip alias jastip sedang banyak dilirik anak muda. Keuntungan yang menggiurkan sekaligus kesempatan menikmati keindahan kota yang sedang dikunjungi menjadi salah satu alasan menjamurnya bisnis ini.
Tapi tunggu dulu, kalo kamu asal buka jastip tanpa mengetahui peraturan yang berlaku di Indonesia maupun di Negara asal tempat berbelanja, bisa-bisa barang kamu ditahan bea cukai lho. Bukannya untung, kamu malah jadi buntung!
Agar hal itu tidak terjadi, yuk pahami dulu hitung-hitungan jika mau membuka jastip.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.04/2017, jika kamu membawa barang bernilai USD 500 atau setara dengan Rp 7 juta, maka kamu terbebas dari bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Tapi, jika barang yang kamu bawa nilainya lebih dari USD 500, kamu akan dikenakan biaya berupa bea masuk sebesar 10%, PPN 10%, serta PPh sebesar 7,5% bagi yang memiliki NPWP, dan 15% bagi yang tidak memiliki NPWP.
Masih bingung? yuk, kita bahas dalam contoh soal.
Misalnya, total barang jastip kamu mencapai USD 900. Karena terdapat pembebasan untuk USD 500, maka nilai pabeannya adalah USD 900–USD 500 = USD 400.
Selanjutnya, untuk menghitung bea masuk, PPN dan PPh, adalah sebagai berikut:
USD 400 (pabean) x 10% (bea masuk) = USD 40
USD 440 (hasil pabean + bea masuk) x 10% (PPN) = USD 44
USD 440 (pabean) x 7,5% (PPH)= USD 33
Jadi, total yang kamu harus bayar adalah USD 40 + USD 44 + USD 33 = USD 117 atau setara dengan Rp 1.641.755.
Nah, biaya ini harus kamu masukan ke dalam biaya jastip, dengan membagi jumlah tersebut dengan item yang kamu bawa.
Sudah paham? Selamat memulai bisnis jastip, ya!
Editor: Feby Ferdian