Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Tuesday, April 16, 2024
redaksi@topcareer.id
Tren

Dari 2019-nCoV Jadi COVID-19, Kenapa WHO Ubah Nama Virus Korona?

Ilustrasi virus korona. (dok. Webmd)

Topcareer.id – World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia secara resmi menamai virus korona wabah dari Wuhan dengan COVID-19 setelah sebelumnya beredar dengan nama 2019-nCoV (novel coronavirus) per 11 Februari 2020. Apa artinya?

Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, Selasa (11/2/2020) mengumumkan pada konferensi pers di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss, maksud dari COVID-19, yakni CO adalah singkatan dari corona, VI untuk virus dan D untuk desease (penyakit).

“Memiliki nama penting untuk mencegah penggunaan nama lain yang bisa tidak akurat atau menstigmatisasi. Ini juga memberi kita format standar untuk digunakan pada wabah coronavirus di masa depan,” kata Tedros kepada wartawan.

Baca juga: Ilmuwan Khawatir Virus Korona Bisa Berkembang Jadi Lebih Buruk

Tedros mengatakan agensi tersebut ingin menghindari stigmatisasi suatu negara atau kelompok tertentu, sehingga ia memilih nama yang tidak merujuk pada lokasi geografis, hewan, individu atau sekelompok orang.

Dr. Soumya Swaminathan, Kepala Ilmuwan WHO, mengatakan akronim ini memungkinkan fleksibilitas penamaan virus korona baru yang mungkin muncul di masa depan.

“Virus korona adalah sekelompok virus yang sangat umum. Ada banyak jenis virus korona yang diketahui. Ada kemungkinan bahwa akan ada jenis lain dari virus korona. Maka itu juga bisa disebutkan pada tahun kemunculannya,” ucap Swaminathan.

“Sangat penting untuk memiliki nama yang berlaku untuk semua orang , baik untuk tujuan ilmiah untuk membandingkan, dan juga untuk menghindari sejumlah stigmatisasi yang berbeda atau bentuk lain dari nama yang membingungkan,” tambahnya.

Baca juga: Beijing Benarkan Arsitek RS Khusus Virus Korona Kelahiran Indonesia

Virus itu secara sementara disebut sebagai 2019-nCoV. Beberapa orang di media sosial menyebut penyakit pernapasan sebagai “virus Wuhan” atau “virus China.”

Begitu nama ditetapkan dalam penggunaan umum, terutama melalui internet dan media sosial, mereka sulit diubah. Misalnya, “flu babi” dan “Sindrom Pernapasan Timur Tengah” memiliki dampak negatif yang tidak diinginkan dengan menstigmatisasi makanan, komunitas, atau sektor ekonomi tertentu.

Setelah muncul di Wuhan di China tengah lebih dari sebulan yang lalu, virus baru telah menyebar dari sekitar 300 orang pada 21 Januari menjadi lebih dari 60.000, dengan jumlah kasus baru bertambah ribuan setiap hari. *

Editor: Ade Irwansyah

Leave a Reply