TopCareerID

Ketika Swedia Tolak Lockdown, Ini yang Terjadi

Warga Swedia berkumpul menikmati matahari. (dok. Forbes)

Topcareer.id – Sebagian besar negara di Eropa masih melakukan lockdown akibat pandemi virus corona dengan hukuman berat bagi mereka yang melanggar.

Tetapi tidak demikian dengan Swedia. Restoran dan bar tetap buka di negara Nordik ini, taman bermain dan sekolah pun buka seperti biasa, dan pemerintah hanya mengandalkan aksi sukarela untuk membendung penyebaran Covid-19.

Ini merupakan pendekatan yang kontroversial dan menarik perhatian Presiden AS Donald Trump. Menurut Trump, Selasa (7/4) Swedia melakukan herd immunity untuk mengatasi COVID-19 akibat virus corona.

Menteri Luar Negeri Swedia Ann Linde mengatakan kepada TV Swedia pada Rabu (8/4) bahwa Trump salah untuk menuduh bahwa Swedia mengikuti teori “Herd Immunity” dengan membiarkan cukup banyak orang terpapar virus sambil melindungi yang rentan, yang berarti populasi suatu negara membangun kekebalan terhadap penyakit.

Baca juga: Mengenal Herd Immunity yang Dianggap Bisa Atasi Virus Corona

Strategi Swedia, kata Ann Linde, adalah: “Tidak ada lockdown dan kami sangat bergantung pada orang yang mengambil tanggung jawabnya sendiri.”

Ahli epidemiologi Swedia, Anders Tegnell, juga menampik kritik Trump bahwa Swedia berkinerja buruk. “Saya pikir Swedia baik-baik saja,” katanya kepada afiliasi CNN Expressen.

Yang dilakukan pemerintah Swedia adalah mendorong dan merekomendasikan, bukan paksaan. Begitu juga banyak sekolah dasar dan menengah tetap berjalan normal. Pertemuan hingga berkumpul 50 orang masih diizinkan.

Tegnell membela keputusan untuk menjaga sekolah tetap terbuka. “Kita tahu bahwa menutup sekolah dan perkantoran memiliki banyak efek pada kesehatan mental. Karena banyak orang tidak dapat pergi ke pekerjaan mereka lagi dan anak-anak juga menderita ketika mereka tidak bisa pergi ke sekolah.”

Sebagian besar fokus Swedia adalah melindungi orang tua. Siapa pun yang berusia 70 atau lebih telah diberitahu untuk tinggal di rumah dan membatasi kontak sosial mereka sebanyak mungkin.

Seorang pejabat pemerintah Swedia menyampaikan bahwa secara keseluruhan rakyat mendukung pendekatan pemerintah, tetapi banyak yang kesal dengan kenyataan bahwa tidak ada larangan untuk mengunjungi panti jompo. Hingga awal April virus semakin tersebar luas di panti jompo dan menyebabkan jumlah kematian meningkat.

Himbauan WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ragu dengan pendekatan Swedia. Memperhatikan lonjakan baru dalam infeksi negara itu, WHO mengatakan kepada CNN bahwa penting bagi Swedia untuk meningkatkan langkah-langkah dalam mengendalikan penyebaran virus, mempersiapkan dan meningkatkan kapasitas sistem kesehatan untuk mengatasi, memastikan jarak fisik dan mengomunikasikan mengapa dan bagaimana semua tindakan berdampak terhadap populasi.

Kurva Swedia pada tingkat infeksi dan kematian yang disebabkan oleh virus corona jelas lebih curam dibandingkan dengan banyak negara Eropa lainnya.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Imperial College London memperkirakan bahwa 3,1% dari populasi Swedia terinfeksi (pada 28 Maret) dibandingkan dengan 0,41% di Norwegia dan 2,5% di Inggris.

Baca juga: Wejangan dari WHO pada Pemerintah yang Berjuang Lawan Corona

Adapun kematian di Swedia akibat virus corona pada Rabu (8/4) ada 67 kematian per 1 juta warga Swedia, menurut Kementerian Kesehatan Swedia. Sedangkan Norwegia memiliki 19 kematian per 1 juta warga, Finlandia 7 kematian per 1 juta warga. Jumlah kematian naik 16% di Swedia pada Rabu (8/4) lalu.

Beberapa peneliti Swedia menuntut pemerintah harus lebih ketat. Beberapa dokter Swedia terkemuka telah menulis surat terbuka yang meratapi bahwa masih banyak orang yang mengunjungi bar, restoran, dan pusat perbelanjaan, bahkan bermain ski.

Cecilia Söderberg-Nauclér seorang peneliti imunologi virus di Karolinska Institute Swedia adalah salah satu dari lebih dari 2.000 profesional kesehatan dan peneliti yang menandatangani petisi yang menuntut tindakan lebih keras dari Pemerintah Swedia. *

Editor: Ade Irwansyah

Exit mobile version