Topcareer.id – Belum lama berselang, industri maskapai sedang bersiap-siap menghadapi lonjakan penumpang. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan 8,2 miliar penumpang udara pada 2037. Sayangnya, mereka kehilangan pendapatan selama masa pandemi.
Pada bulan April, perjalanan udara turun 98% dari tahun lalu ketika negara-negara menutup perbatasan mereka, sebagai upaya membendung pandemi virus corona.
“Kami pikir maskapai penerbangan mungkin akan kehilangan USD 84 miliar yang belum pernah terjadi sebelumnya, pada tahun 2020,” kata Brian Pearce, Kepala Ekonom untuk IATA, dalam sebuah wawancara dengan CNBC.
“Kami benar-benar baru saja mulai melihat negara-negara menegosiasikan pembukaan pasar bilateral. Misalnya, gelembung Trans-Tasmania antara Australia dan Selandia Baru, China dan Singapura, serta China dan Korea.”
Meski begitu, Pearce mengatakan dia mengharapkan pemulihan di paruh kedua tahun 2020.
Perjalanan domestik vs. internasional
Sementara perjalanan internasional kemungkinan akan tetap fluktuatif untuk saat ini, negara-negara seperti China, Amerika Serikat dan Indonesia telah melanjutkan perjalanan udara domestik.
“Ini akan cukup untuk memulai industri penerbangan di beberapa negara. Bagi banyak maskapai, mereka bergantung pada perjalanan udara internasional,” kata Pearce.
Kunci bantuan pemerintah untuk menyelamatkan maskapai
Bantuan pemerintah penting dalam memastikan kelangsungan maskapai, kata Keith Mason, kepala Pusat Manajemen Transportasi Udara di Cranfield University.
“Kami akan melihat konsolidasi di pasar tempat maskapai yang sepenuhnya independen dan berjuang untuk bertahan hidup, akan gulung tikar,” katanya.
Sejauh ini pemerintah di berbagai negara telah menawarkan bantuan keuangan untuk menjaga agar maskapai yang drop tetap bertahan, termasuk AS, Australia, dan Taiwan. IATA memperkirakan bahwa total USD 200 miliar dukungan pemerintah global mungkin diperlukan.
Dampaknya pada perjalanan liburan dan bisnis
Di masa lalu, maskapai berbiaya rendah meningkatkan permintaan di pasar perjalanan wisata, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Pasar negara berkembang seperti China, India, Indonesia, dan Thailand diprediksi menjadi salah satu pasar penumpang udara terbesar selama dekade berikutnya.
Tetapi dampak finansial pandemi dapat membuat dunia memiliki industri penerbangan yang lebih kecil. Pada gilirannya, ini bisa menaikkan harga dan melemahkan permintaan.
Selain itu, profitabilitas perjalanan bisnis telah memburuk. Perusahaan-perusahaan yang dulu bergantung pada perjalanan udara untuk melakukan bisnis sebelum pandemi, telah menemukan solusi konferensi video.
“Adalah masuk akal untuk menganggap bahwa perjalanan bisnis dapat kehilangan 1 dari 5 perjalanan,” kata Mason dari Cranfield University.
Editor: Feby Ferdian