Topcareer.id – Pemerintah menyiapkan program tambahan untuk para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lewat bantuan sosial (bansos) produktif dengan besaran Rp 2,4 juta. Ini masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) UMKM di mana serapannya baru 26,4%.
“Saat ini, kita juga sedang menyiapkan berbagai program tambahan karena penyerapan dari beberapa (program untuk UMKM) ini masih perlu untuk ditingkatkan,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam siaran pers, Selasa (11/8/2020).
Menkeu menjelaskan, pemerintah tengah mengidentifikasi 9 juta pelaku usaha sangat kecil untuk diberikan bansos produktif sebesar Rp 2,4 juta. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan bantuan kredit Rp 2 juta bagi pelaku usaha ultra mikro tanpa bunga.
Baca Juga: Imbauan Work From Home untuk Tenaga Medis Usia Lanjut
Menkeu berharap bantuan tambahan tersebut dapat meningkatkan daya tahan pelaku usaha, terutama yang belum mendapatkan akses ke perbankan (unbankable).
“Itu yang dilakukan oleh pemerintah untuk bisa makin meningkatkan daya tahan dari usaha yang sangat kecil, usaha ultra mikro, dan usaha mikro yang belum bankable,” jelas Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu mengatakan bahwa mayoritas penerima bantuan adalah kaum perempuan. Menurut Menkeu, dimensi gender dalam pemberian bantuan menjadi sangat penting karena dapat memberikan multiplier effect kepada keluarganya.
“Kita secara by design memang mentargetkan kebijakan ini penerima manfaatnya adalah perempuan. Ini karena mereka bisa memberikan multiplier manfaat kepada keluarganya terutama putra-putrinya sehingga keluarga miskin anak-anaknya mampu tetap bisa mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baik,” ujar Menkeu.
Menkeu menegaskan, dalam penyaluran bansos, tantangan utamanya adalah data yang tidak diperbarui. Namun demikian, pemerintah tidak dapat menunggu data tersebut terverikasi. Untuk UMKM, pemerintah menggunakan data yang ada, ditambah data dalam perbankan yang memiliki akun kurang dari Rp1-2 juta.
“Waktu mendesain program, kita juga konsultasi (dengan BPK) supaya nanti tidak menjadi persoalan dari sisi akuntabilitas, karena memang ini semua harus dipertanggung jawabkan. Memang trade off antara kecepatan dan ketepatan pada saat bahan baku datanya belum komplit menjadi suatu yang sangat menantang untuk kita semuanya,” ujar Menkeu.**(Feb)