Topcareer.id – Harga pangan naik selama pandemi virus corona, memukul ketahanan pangan secara global. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan harga pangan global naik untuk tiga bulan berturut-turut pada Agustus, mencapai level tertinggi sejak Februari.
Mengutip CNBC, Indeks Harga Pangan FAO melacak harga internasional dari komoditas pangan yang paling umum diperdagangkan.
Kenaikan harga pangan disebabkan oleh permintaan yang lebih kuat dan dolar yang lebih lemah, kata FAO. Karena komoditas, termasuk bahan mentah untuk makanan, biasanya dalam mata uang greenback, dolar yang lebih lemah mendukung harga.
Biro Statistik China pada Rabu (9/9/2020) mengatakan harga makanan negara itu naik 11,2% dari tahun lalu pada bulan Agustus, didukung oleh tingginya harga daging babi akibat wabah demam babi Afrika yang telah menghancurkan ternak babi China. Di bulan Agustus, harga daging babi naik 52,6% dari tahun lalu.
Cuaca panas dan hujan di negara itu juga menekan harga, dengan harga sayuran naik 6,4% dari Juli. Harga telur naik 11,3% pada periode yang sama karena permintaan musiman melebihi tingkat persediaan yang rendah.
Baca juga: Kementerian Pertanian Alokasikan Rp 50 triliun untuk Para Petani
Para ahli mengatakan bahwa meskipun tidak ada kekurangan pangan yang mendesak, pertanian telah bergolak karena pandemi virus corona merusak rantai pasokan dan membatasi pergerakan.
“Saat krisis virus corona terjadi, gangguan pada rantai pasokan pangan domestik, guncangan lain yang memengaruhi produksi pangan, serta hilangnya pendapatan dan pengiriman uang menciptakan ketegangan yang kuat dan risiko keamanan pangan di banyak negara,” kata Bank Dunia Senin lalu.
Meskipun harga pangan global umumnya stabil, banyak negara mengalami tingkat inflasi harga pangan yang bervariasi karena langkah-langkah yang diambil untuk menahan penyebaran virus corona, tambahnya.
Pada bulan Juli, survei oleh agribisnis Olam menemukan lebih dari setengah dari 2.400 petani kecil yang menanam kakao, kopi, wijen, kapas, dan tanaman lain di Afrika dan Indonesia mengalami kekurangan pangan pokok dan nutrisi karena pembatasan pergerakan, kenaikan harga pangan dan stok di rumah tidak mencukupi.
Baca juga: Pimpin ICO ke-126, Indonesia Siap Bantu Petani Kopi Terdampak Pandemi
Dari petani yang disurvei, 70% dari mereka mengatakan kemampuan mereka untuk membeli makanan terpengaruh karena pendapatan mereka lebih rendah dari biasanya dalam empat bulan sebelumnya. Bank Dunia dalam posnya memperingatkan gangguan pasokan ke depan jika petani terus memiliki akses terbatas ke makanan.
“Produsen makanan juga menghadapi kerugian besar pada makanan yang mudah busuk dan bergizi karena pembeli menjadi terbatas dan pola konsumsi bergeser. Meskipun kerawanan pangan pada umumnya tidak didorong oleh kekurangan pangan, gangguan terhadap pasokan input pertanian seperti pupuk, benih atau kekurangan tenaga kerja dapat mengurangi panen musim depan,” katanya.
“Jika petani mengalami kelaparan akut, mereka mungkin juga memprioritaskan membeli makanan hari ini daripada menanam benih untuk besok, meningkatkan ancaman kekurangan pangan di kemudian hari,” tambah lembaga tersebut.**(Feb)