Topcareer.id – Donald Trump mengumumkan otorisasi darurat terapi plasma darah pada minggu (23/8), suatu metode yang telah digunakan untuk mengobati flu dan campak, dan kini dicoba untuk pasien virus corona.
Langkah itu dilakukan setelah presiden AS menyatakan frustrasi atas lambatnya persetujuan untuk perawatan virus corona, dan menyebabkan kontroversi dengan secara terbuka mengaitkan Food and Drug Administration (FDA) dengan teori konspirasi “deep state”.
Konferensi pers tentang persetujuan yang masih belum pasti dan waktunya menjelang konvensi Partai Republik telah memicu banyak komentar dan kritik. Berikut ini gambaran singkat tentang terapi plasma darah:
Apa itu terapi plasma darah?
Ketika orang sakit dengan penyakit seperti COVID-19, sistem kekebalan mereka menghasilkan antibodi untuk melawannya. Protein antibodi ini ditemukan dalam plasma darah, suatu cairan yang mengelilingi sel darah.
Baca Juga: Penelitian: Ada Kemungkinan Obat Diabetes dan Obesitas Bisa Obati COVID-19
Para ilmuwan dapat mengambil plasma darah dari seseorang yang menderita COVID-19 dan mengisolasi antibodi tersebut. Antibodi ini kemudian dapat disuntikkan ke seseorang yang menderita penyakit tersebut untuk membantu memeranginya sampai sistem kekebalan pasien menghasilkan cukup antibodi sendiri dan menangkal infeksi.
Apakah ini berhasil untuk COVID-19?
Terapi plasma darah adalah salah satu kelompok terapi potensial untuk mengobati COVID-19 yang telah menjalani pengujian dalam uji klinis.
FDA mengatakan uji coba awal memang menunjukkan itu berjalan aman, dengan studi Mayo Clinic terhadap 35.000 pasien menunjukkan bahwa mereka yang menerima transfusi dalam tiga hari setelah didiagnosis COVID-19 memiliki tingkat kematian dalam tujuh hari sebesar 8,7%, sedangkan yang mendapatkannya dalam empat hari atau lebih setelah didiagnosis positif COVID-19 memiliki tingkat kematian 11,9%.
Namun, percobaan ini tidak memasukkan kelompok plasebo untuk perbandingan dan terapi belum memiliki bukti manfaat yang kuat untuk COVID-19 dari penelitian acak yang lebih besar.
Dr Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di Gedung Putih, dan Dr Francis Collins, direktur National Institutes of Health, dilaporkan telah mendesak FDA agar tidak terburu-buru menyetujui terapi plasma darah karena bukti pendukung yang masih lemah tentang kemanjurannya.
Dalam sebuah memo, seorang staf FDA yang tidak disebutkan namanya yang meninjau data mengatakan terapi tersebut masih baru memenuhi kriteria pada tingkat “mungkin efektif” untuk digunakan dalam keadaan darurat, namun masih diperlukan studi lebih lanjut.**(RW)