Topcareer.id – Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 mengundang aksi protes dari para pekerja dan buruh di sejumlah daerah.
Bahkan, beragam serikat pekerja internasional pun menyatakan sikap tegas menolak pengesahan UU controversial tersebut.
DPR mengesahkan RUU Omnibus Law yang mengubah 79 undang-undang di sektor-sektor utama seperti ketenagakerjaan dan pajak. Ini terlepas dari persatuan oposisi yang dimunculkan oleh federasi serikat pekerja global dan konfederasi buruh Indonesia.
Protes salah satunya datang dari Building and Wood Worker’s International. Dalam surat yang diajukan langsung kepada Presiden Joko Widodo, Sekretaris Jenderal BWI Ambet Yuson mengatakan langkah tersebut mengutamakan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas pekerja, masyarakat dan lingkungan.
Dia juga mengatakan bahwa RUU tersebut merupakan ancaman bagi proses demokrasi sejati, terutama pada saat pertemuan publik dibatasi karena COVID-19.
“Serikat pekerja telah berpartisipasi dalam pembahasan di badan legislatif, namun tidak ada perubahan yang dilakukan untuk mencerminkan kepedulian mereka,” kata Yuson dalam siaran persnya.
“Serikat pekerja sangat yakin bahwa gugus ketenagakerjaan dalam Omnibus Law Cipta Kerja akan secara signifikan merongrong hak dan kesejahteraan pekerja Indonesia dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan No.13/2003,” jelas Yuson.
Baca juga: Presiden: Jangan Sampai RUU Omnibus Law Tampung Pasal-Pasal Titipan
Di tengah pembahasan langkah tersebut, Council of Global Unions (CGU), di mana BWI menjadi bagian dari organisasi tersebut, mengeluarkan lima tuntutan kepada pemerintah Indonesia:
- Menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dengan menghentikan pembahasan tahap kedua di sidang paripurna DPR; tidak mengesahkan RUU menjadi undang-undang.
- Pastikan UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak diubah atau dikurangi. Jika ada penguatan, itu hanya pada fungsi inspeksi dan pelatihan agar lebih sesuai dengan situasi saat ini.
- Merundingkan kembali dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja untuk mencapai dan membahas isu-isu yang tidak tercakup dalam UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.
- Memastikan pasal-pasal di sub klaster Ketenagalistrikan yang sudah mendapat putusan dari Mahkamah Konstitusi tidak dihidupkan kembali dalam RUU Cipta Kerja.
- Mendukung agenda buruh Indonesia melakukan aksi mogok kerja nasional yang akan dilakukan pada 6, 7 dan 8 Oktober.
International Trade Union Confederation (ITUC) juga menyampaikan protes yang sama. Menurut Sekretaris Jenderal ITUC, Sharan Burrow, undang-undang yang luas dan kompleks ini merupakan serangan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs) oleh pemerintah Indonesia.
Baca juga: Ini Kata Kadin Saat RUU Cipta Kerja yang Tuai Polemik Disahkan DPR
Ia menilai, pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja akan sangat meningkatkan kemiskinan dan menyebabkan kerusakan lingkungan untuk menenangkan perusahaan multinasional.
“Sungguh mengejutkan ketika Indonesia, seperti negara lain, menghadapi kehancuran akibat pandemi Covid-19, pemerintah malah berusaha untuk lebih mengguncang kehidupan masyarakat dan menghancurkan mata pencaharian mereka sehingga perusahaan asing dapat mengambil kekayaan dari negara,” ucapnya dalam siaran pers, Senin (5/10/2020).
Afiliasi ITUC di Indonesia, KSBSI dan KSPI, telah menentang perubahan peraturan ketenagakerjaan dalam undang-undang, dan KSPI meluncurkan pemogokan nasional minggu ini, dengan diharapkan jutaan orang akan ambil bagian.**(Feb)