Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Friday, April 26, 2024
redaksi@topcareer.id
Tren

Ini Kata Kadin Saat RUU Cipta Kerja yang Tuai Polemik Disahkan DPR

Topcareer.id – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang menjadi Undang-Undang (UU) melalui Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10/2020) menimbulkan sejumlah polemik, namun disambut baik oleh kalangan pengusaha, termasuk Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin).

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengatakan, UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendorong perekonomian dan investasi melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja.

“UU tersebut mampu menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan membuka lapangan kerja, melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan,” kata dia dalam siaran pers Kadin, Selasa (6/10/2020).

Baca Juga: Presiden: Jangan Sampai RUU Omnibus Law Tampung Pasal-Pasal Titipan

“Lalu kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga tercipta lapangan kerja yang semakin besar untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja yang terus bertambah,” jelasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, dalam RUU Cipta Kerja telah dilakukan perubahan dan penyederhanaan terhadap 79 UU dan 1.203 Pasal, sampai pada 7 Februari 2020 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan Surat Presiden (surpres) dan draf RUU Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani. RUU yang disahkan itu mencakup 15 bab dan 174 pasal.

Menurut Rosan, dengan Pengesahan RUU Cipta Kerja ini, bisa membantu mempercepat pemulihan ekonomi di masa krisis Covid-19 yang menghantam Indonesia. Penyediaan lapangan kerja yang luas, menjadi salah satu jadi hasil yang didambakan ketika RUU Cipta Kerja ini benar-benar disahkan.

“Kejadian pandemi Covid-19 memberikan dampak kontraksi perekonomian dan dunia usaha yang sangat signifikan, RUU Cipta Kerja menjadi penting dan diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui program pemulihan dan transformasi ekonomi,” kata Rosan.

Menurutnya, dengan adanya dinamika perubahan ekonomi global memerlukan respon cepat dan tepat. Tanpa reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi akan tetap melambat.

“Penciptaan lapangan kerja harus dilakukan, yakni dengan mendorong peningkatan investasi sebesar 6,6-7% untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha eksisting, yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan konsumsi di kisaran 5,4-5,6%,” ujar Rosan.

Dia juga menilai, pengesahan UU itu dapat mendukung program pemberdayaan UMKM dan Koperasi agar peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB menjadi 65% dan peningkatan kontribusi Koperasi terhadap PDB menjadi 5,5%.

Pasal-Pasal yang menuai polemik

UU Cipta Kerja yang kini telah disahkan sebelumnya bergulir terus menuai polemik. Pemerintah menilai UU ini berpihak pada para pekerja dan buruh, namun beberapa pasalnya malah kontras dengan kesejahteraan pekerja buruh itu sendiri.

Misal pada Pasal 59, UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Lalu pada Pasal 88, UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja. Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.**(RW)

Leave a Reply