TopCareerID

Presiden Joko Widodo Gaungkan Ajakan Benci Produk Luar Negeri. Kenapa?

Presiden terbitkan aturan resmi baha 14 Februari 2024 ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional.

Presiden terbitkan aturan resmi baha 14 Februari 2024 ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional. (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr.)

Topcareer.id – Presiden Joko Widodo pada Kamis (4/3/2021) mengajak konsumen Indonesia untuk lebih “mencintai” merek dalam negeri dan “membenci” produk asing.

Ketegasan Jokowi ini sempat menjadi viral dan bahkan menjadi sorotan dari media asing. Namun dalam pidatonya, bisa dilihat Presiden memiliki alasannya sendiri atas ajakan tersebut.

Jokowi juga mendesak para pejabat untuk tetap berada di jalur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen tahun ini.

Dalam rapat nasional Kemendag, Jokowi mengimbau industri untuk menggunakan komponen lokal daripada mengimpornya. “Masyarakat harus bangga dengan produk lokal,” ujarnya.

Presiden menambahkan, branding itu penting dan merek atau produk lokal dari usaha kecil dan menengah (UKM) harus dipajang di mal pada spot-spot strategis, sementara itu merek asing digeser ke tempat yang tidak strategis.

“Ajakan untuk mencintai produk kita sendiri harus terus digaungkan. Gaungkan juga benci produk dari luar negeri.” ujar Jokowi. “Sehingga masyarakat kita benar-benar menjadi konsumen setia produk Indonesia.”

Baca juga: Ingin Sukses Wawancara Kerja? Tanyakan 5 Pertanyaan Ini kepada Perekrut

Menurut Presiden, jumlah penduduk Indonesia lebih dari 270 juta orang. Dengan pasar yang sebesar itu, Jokowi ingin warga negara Indonesia menjadi konsumen paling loyal atas produk dalam negeri sendiri.

Pegawai kementerian juga dituntut oleh Jokowi agar lebih kreatif dan inovatif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Target pertumbuhan 5 persen yang ditetapkan dalam APBN harus benar-benar tercapai. Sekali lagi, 2021 adalah tahun pemulihan yang harus dilandasi semangat optimisme.” Jokowi menegaskan. Beliau juga mengatakan sektor perdagangan digital harus terus dikembangkan.

Jokowi tidak ingin Indonesia menjadi korban perdagangan digital yang tidak adil seperti negara lain yang sudah banyak mengalami hal ini.

Indonesia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 2,07 persen tahun lalu, kontraksi tahunan pertama sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1998.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat kontraksi tersebut relatif moderat dibandingkan negara lain.**(Feb)

Exit mobile version